KedaiPena.Com – Peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menilai kondisi utang Indonesia di tahun 2019 ini telah melonjak cukup besar.
Hal tersebut disampaikan oleh Aviliani dalam Diskusi Online Indef (DOI), Minggu (25/8/2019).
“Masalah utang negara yang terus meningkat seiring dengan jumlah hutang dan beban bunga yang juga sudah cukup besar hingga mencapai 11 persen dari pengeluaran atau hampir separuh dari anggaran pendidikan di APBN,” ujar Aviliani.
Aviliani mengingatkan bahwa Indonesia pernah mengalami hampir menyentuh 3 persen dengan pengolaan fiskal sangat riskan.
“Karena seringkali pengeluaran sudah pasti tapi penerimaan yang tidak sesuai sehingga harus menambah defisit,” beber Aviliani.
Meski demikian, Aviliani menilai, di RAPBN 2020 diperkirakan ratio utang terhadap PDB 29,4-30,1 persen atau memang masih dalam level aman.
Aviliani menjelaskan jika mengacu Undang-undang 17/2003 tentang keuangan Negara batasnya 60% rasio terhadap produk domestik bruto.
“Namun tetap harus memperhatikan prioritas yang mengarahkan pada yang produktif dan pertumbuhan ekonomi,” ungkap Aviliani.
Aviliani menegaskan pada dasarnya utang dibolehkan asal sesuai dengan aturan yang ada.
“Namun bila tidak digunakan untuk yang produktif atau menghasilkan multiplier ekonomi maka di masa mendatang kemampuan untuk mengembalikan nya menjadi masalah,” tegas Aviliani.
Terlebih lagi menurut Aviliani, pemerintah dalam setiap mengeluarkan SBN (Surat Berharga Negara) atau ORI (Obligasi Negara Ritel) tidak menunjukkan projek atau programnya.
“Jadi untuk utang kedepan perlu ada dikeluarkan berdasarkan program atau projeknya sehingga lebih dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya,” pungkas Aviliani.
Diketahui, Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan II 2019 tercatat sebesar USD 391,8 miliar atau Rp 5.601 triliun (Rp 14.296 per Dolar AS), yang terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar USD 195,5 miliar, serta utang swasta (termasuk BUMN) sebesar USD 196,3 miliar.
ULN Indonesia tersebut tumbuh 10,1 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 8,1 persen (yoy).
Hal ini terutama dipengaruhi oleh transaksi penarikan neto ULN dan penguatan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS sehingga utang dalam Rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS.
“Peningkatan pertumbuhan ULN terutama didorong oleh ULN pemerintah, di tengah perlambatan ULN swasta,” kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko beberapa waktu lalu.
Laporan: Muhammad Hafidh