KedaiPena.Com – Setiap tanggal 9 Desember, diperingati sebagai hari Anti Korupsi Dunia. Namun, saat ini pemberantasan korupsi masih jauh dari harapan. Demikian dikatakan Koordinator Badan Pekerja ICW, Adnan Topan Husodo dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, Jumat (9/12).
“Dukungan politik yang nyata tidak terlalu menjanjikan, sementara hukum belum pulih dari masalah korupsinya sendiri. Fungsi badan pengawasan pemerintah belum efektif, sistem birokrasi terus membuka peluang bagi korupsi, sementara politisi dan pengusaha terus memelihara hubungan khusus yang kerap menimbulkan konflik kepentingan,” kata dia.
Sistem antikorupsi dan kerangka hukum untuk memberantas korupsi masih tertinggal jauh, terutama dari kebutuhan nyata untuk memberantas korupsi yang kian kompleks sifat dan polanya. Sampai hari ini Indonesia belum memiliki aturan perampasan aset, tidak mempunyai aturan menjerat korupsi sektor swasta.
“Indonesia tidak memiliki payung hukum untuk menangani korupsi sektor politik dan pemilu, minimnya aturan mengenai konflik kepentingan pejabat publik, dan berbagai macam regulasi lainnya yang secara prinsipil memiliki spirit yang sama dengan konvensi PBB Antikorupsi,” jelas dia.
Pemberantasan korupsi di Indonesia ibarat bayi yang terus belajar merangkak. Skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia memang menjanjikan, karena terus beranjak membaik, namun tidak meningkat secara signifikan. Hal itu karena pemberantasan korupsi tidak dianggap sebagai bagian dari kepentingan nasional Indonesia.
“Pemberantasan korupsi masih dipandang sempit sebagai kerja penegakan hukum, apalagi kemudian tumpuannya hanya ada di KPK. Tentu semua ini tidak memadai karena KPK hanyalah salah satu bagian saja dari semua elemen anti korupsi yang semestinya bekerja efektif,” ia menambahkan.
Publik tentu berharap pada kepemimpinan Presiden Jokowi, akan ada lompatan besar dalam pemberantasan korupsi. Sebuah itikad dan kemauan politik yang nyata untuk memperbaiki mutu layanan publik, meningkatkan kualitas sistem pengawasan, melengkapi dan menyempurnakan kerangka hukum anti korupsi.
“Presiden Jokowi harus memperbaiki tata kelola badan publik, meningkatkan akuntabilitas dan transparansi sektor hukum, dan memberikan contoh nyata dalam upaya pemberantasan korupsi. Korupsi adalah musuh nyata pembangunan. Pemerintah, sektor swasta, lembaga politik dan politisi, serta masyarakat luas perlu melihat korupsi sebagai persoalan bersama yang harus terus diperangi,” tuntasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh