KedaiPena.Com – Dalam berbagai episode sejarah, Indonesia memang sering dijadikan sebagai sasaran dan medan pertarungan antara berbagai kepentingan global tersebut yang menghadirkan sejumlah patahan sejarah.
Bahkan perubahan besar yang disertai konflik berdarah, baik konflik dengan sentimen ideologi, konflik perebutan kekuasaan politik hingga konflik yang dipicu sentimen agama, yang pernah terjadi di negeri ini tak bisa dilepaskan, menjadi proxy, dari perubahan politik dan konflik perebutan pengaruh antara berbagai kepentingan global.
Demikian dikatakan Haris Rusly, aktivis Petisi 28 dan Kepala Pusat Pengkajian Nusantara Pasifik (PPNP) kepada KedaiPena.Com ditulis Selasa (21/3).
“Indonesia adalah salah satu “medan kurusetraâ€, mirip kisah Mahabarata yang menghadirkan perang saudara sesama wangsa Kuru, antara Pandawa menghadapi Kurawa, yang menewaskan Abimanyu, putranya Arjuna,” kata dia.
Tanah Indonesia juga pernah menjadi “padang karbalaâ€, yang berulangkali menghadapi situasi saling memangsa antar sesama anak bangsa, mirip perang saudara antara sesama umat Islam pasca meninggalnya Nabi Muhammad SAW, yang merenggut nyawa Husen bin Ali, cucu dari Nabi Muhammad SAW.
Berbagai patahan sejarah yang bermula dan pernah menjadikan Indonesia bagaikan “medan kurusetra†diantaranya adalah: Pertama, patahan yang menguncangkan dan merobohkan konstruksi dan bangunan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk dan wajah yang lama, yang disertai dengan berdirinya konstruksi bangunan negara-negara Asia, Afrika dan Amerika Latin yang merdeka, lepas dari penjajahan.
“Revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945 adalah pelopor dan inspirasi bagi negara-negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin, dalam memulai patahan sejarah, yaitu perubahan revolusioner dari negara terjajah menjadi negara merdeka,” sambung dia.
Adalah Adolf Hitler dengan segala kebiadabannya terhadap kemanusian merupakan tokoh sentral yang memindahkan pertarungan antara bangsa penjajah melawan bangsa terjajah menjadi konflik dan perang antara sesama bangsa penjajah yang berseteru memperebutkan wilayah jajahan.
Keadaan tersebut yang membuat Bung Karno yang sejak tahun 1925, terutama setelah membaca novel The Great Pacific War yang ditulis Charle Hector Bywater, makin yakin akan meletus perang di pasifik (perang dunia dua), yang akan menyajikan momentum bagi Indonesia dan semua bangsa-bangsa terjajah di Asia, Afrika dan Amerika Latin untuk memproklamirkan kemerdekaan.
“Kedua, patahan sejarah yang menguncangkan dan merobohkan konstruksi bangunan komunisme international, ditandai dengan berakhinya perang dingin dan runtuhnya Uni Sovyet. Perang dingin adalah perang perebutan pengaruh ideologi antara dua blok yang berwatak internationalis dan ekspansif, yaitu antara blok komunisme Uni Sovyet dan sekutunya berhadapan dengan blok kapitalisme barat (Amerika, Inggris, dan lain-lain),” Haris menambahkan.
Pada episode ini, patahan sejarahnya juga bermula dari diruntuhkannya komunisme di Indonesia tahun 1965, lalu menyusul runtuhnya Tembok Berlin (Berliner Mauer) tahun 1989. Tembok Berlin dibangun tahun 1961 untuk membatasi dan memisahkan dua negara yang berbeda ideologi. Menyusul kemudian bubarnya Uni Sovyet tahun 1991, sebuah negara raksasa yang memimpin komunisme international yang berdiri tahun 1922.
“Bayangkan, dalam satu dekade, hanya selisih dua tahun, melalui sebuah operasi intelijen, dua negara yang berbeda ideologi yang dipisahkan oleh tembok, Jerman Barat dan Jerman Timur, berhasil di-unifikasi atau disatukan menjadi satu negara. Di sisi yang lain, negara Uni Sovyet yang merupakan persatuan dari negara-negara komunis (sekitar 15 negara) di Eropa Timur, yang sangat kuat secara ideologi dan sistem negara, berhasil diruntuhkan, puluhan negara yang bersatu di bawah bendera Uni Sovyet akhirnya berhasil memisahkan diiri menjadi negara independen,†Haris berujar.
Ketiga, patahan sejarah yang menguncangkan dan meruntuhkan bangunan pemerintahan yang diktator, ditandai dengan reformasi menuju liberalisasi ekonomi dan politik yang terjadi di Indonesia tahun 1998. Walaupun Indonesia bukan negara yang pertama yang dirusak melalui liberalisasi dalam segala bidang, yang menumpangi sentimen anti rezim diktator, sebelumnya Philipina telah memulai dengan merobohkan Presiden Ferdinand Marcos.
Namun, reformasi tahun 1998 yang meliberalisasi seluruh kehidupan bangsa adalah yang sangat berpengaruh dan menjadi hadiah terbesar bagi kepentingan kapitalisme global. Berbagai organisasi LSM tingkat international terlibat sangat aktif dengan dana unlimited untuk meliberalisasi seluruh sektor kehidupan bangsa melalui produk UUD amandemen maupun UU.
“Patahan sejarah yang terjadi tahun 1998 adalah pintu gerbang untuk memulai pemusnahan Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh