KedaiPena.Com – Pakar IT Marsudi Wahyu Kisworo mengatakan bahwa Indonesia saat ini sudah semakin digital dari seluruh segi kehidupan.
Hal tersebut, kata dia, ditunjukan dengan sejumlah kebijakan yang diterapkan open pemerintah seperti Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dengan menggunakan sistem online (elektronik).
Pernyataan Marsudi begitu ia disapa didasari oleh urgensi undang-undang dalam dunia siber Indonesia saat ini.
“Konsep Satu Data yang merupakan inisatif pemerintah untuk membenahi permasalahan dalam penyelenggaraan dan pengelolaan data pemerintah secara nasional,” ujar Marsudi dalam keterangan, Selasa (27/8/2019).
Marsudi melanjutkan dari sisi pembangunan Pemerintah juga menggalakkan Smart City yang akan dibangun di ratusan daerah dalam beberapa tahun ke depan. Smart City berbasis teknologi siber dan data.
“Semua itu selalu bicara sistem dan layanan saja. Tidak ada yang berbicara soal security misalnya seperti keamanan di sistem elektronik bagaimana. Smart City itu keamanan siber-nya bagaimana. Itu enggak ada saya temukan,” ujarnya.
Senada dengan Marsudi, Pakar IT dan Cyber Security, Gildas Deograt, menilai Indonesia berada dalam kondisi sangat rentan (vulnerable) dari sisi keamanan dan ketahanan siber.
Masyarakat, kata dia, harus melihat ruang siber nasional secara menyeluruh sehingga dibutuhkan regulasi untuk mengaturnya.
“Kalau anda tanya ke saya bagaimana kondisi siber Indonesia dari segi ketahanan dan keamanan, saya akan jawab Indonesia sedang dalam kondisi telanjang dari cyberthreat. Kita itu naked dan sangat terbuka. Artinya sangat vulnerable,” kata Gildas.
Kondisi real-time saat ini adalah Indonesia sangat membutuhkan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS). Di sisi lain, kata dia, konten yang ditawarkan RUU KKS memang masih perlu diperbaiki namun jika RUU tersebut di-carry over ke DPR periode berikutnya, maka pembahasannya akan dimulai dari nol.
Gildas mencontohkan nasib UU Rahasia Negara yang tak kunjung disahkan. Dulunya, kata dia, RUU Rahasia Negara pembahasannya bareng dengan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
UU Rahasia Negara diketahui sarat dengan pengaturan kepentingan asing sementara UU KIP lebih dulu disahkan dengan alasan urgensi.
“Nyatanya sampai sekarang kita tidak punya UU Rahasia Negara yang di dalamnya banyak kepentingan internasional. Jangan sampai ini terjadi ke UU Siber. Menurut saya, di UU Rahasia Negara kita dibodohi,” pungkas dia.
Laporan: Muhammad Lutfi