KedaiPena.Com – Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai, Indonesia telah memiliki kebijakan penting namun belum cukup kuat melindungi nelayan ABK Kapal Perikanan.
Menurut Marthin Hadiwinata, Ketua DPP KNTI, dalam UU No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam, setidaknya terdapat empat ketentuan yang penting untuk melindungi pekerja perikanan Indonesia.
“Terakhir pengakuan terhadap pekerja migran di sektor perikanan: “Pelaut awak kapal dan pelaut perikanan†dalam UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia,” kata dia, Senin (28/12).
Namun, imbuhnya, diperlukan ketentuan dan standar internasional yang mengikat negara anggota yang menjadi pelabuhan kapal industri perikanan internasional.
Ketentuan tersebut untuk memberikan perlindungan kepada nelayan yang bermigrasi sebagai pekerja perikanan diatas kapal perikanan berbendera asing dan beroperasi di perairan diluar yurisdiksi teritorial Indonesia.
“KILO 188 (Konvensi ILO 188 Tahun 2007) merupakan jawaban kebutuhan tersebut dengan ketentuan yang setidaknya mencakup 14 bagian peraturan dan syarat nelayan pekerja perikanan diatas kapal,” Marthin menjelaskan.
Selain itu dengan meratifikasi KILO 188 yang telah berlaku mengikat sejak 17 November 2017, akan memperkuat perlindungan di setiap negara anggota KILO 188 dimana kapal nelayan ABK asal Indonesia berlabuh yang harus memenuhi standar KILO 188.
“Oleh karena itu dalam peringatan hari pekerja migran sedunia 2017, KNTI menilai penting untuk mendorong negara segera meratifikasi Konvensi ILO 188 Tahun 2007 sebagai bentuk konkrit negara melindungi nelayan Indonesia yang beraktivitas di perairan nasional maupun yang bermigrasi keluar negeri,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh