KedaiPena.Com – Proses revisi Undang-undang Migas telah berjalan sejak tahun 2010. Ini dilakukan guna mencari formulasi baru pengganti tata kelola migas dalam Undang-undang 22/2001, dimana beberapa pasal telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Setelah bertahun-tahun berjalan tanpa kemajuan berarti, di pertengahan tahun ini proses revisi Undang-undang Migas menemukan kembali momentum, setelah ditargetkan untuk rampung pada tahun 2017.
“Proses revisi Undang-undang Migas harus dapat memberikan solusi terhadap sejumlah isu krusial dalam tata kelola migas nasional, agar masa depan nasional mampu memenuhi kebutuhan migas,” ujar peneliti senior bidang ekonomi The Habibie Center, DR. Zamromi Salim, dalam keterangannya di Jakarta, ditulis Rabu (30/11).
“Tingkat konsumsi migas semakin meningkat seiring dengan pembangunan perekonomian. Sedangkan produksi dan cadangan migas terus menurun,” lanjut dia.
Di sisi lain, lanjut Zamroni, ketahanan migas Indonesia sangat rendah. Cadangan BBM cuma mampu memenuhi kebutuhan 18 hari bila terjadi kondisi terburuk, seperti saat Timur Tengah yang dilanda perang memutus aliran minyak ke Indonesia.
Undang-undang 22/2001 selama ini berlandaskan pada cara kerja ‘supply side management’. Yang diartikan sebagai usaha pemerintah terkait produksi energi yang menyediakan migas berdasarkan permintaan pasar.
“Namun, hal itu tidak disertai usaha konservasi migas dan diversifikasi energi. Hal ini berpotensi membuat Indonesia terjebak dalam krisis energi,” sesal dia.
Mengingat urgensi isu ketahanan energi ini, maka dari itu tegas Zamroni, The Habibie Center akan membuat ‘Policy Paper’ berisi sejumlah rekomendasi mengenai tata kelola migas untuk para pemangku kepentingan (Stakeholders).
“Terutama Komisi VII DPR sebagai inisiator revisi Undang-undang Migas,” tegas Zamroni seraya menegaskan ‘policy paper’ akan diberikan pada Januari tahun depan.
Laporan: Muhammad Hafidh