KedaiPena.Com – Drama Indonesia dengan episode deklarasi paslon Presiden RI berakhir sudah. Baik pihak koalisi gemuk maupun oposisi, ritme diatur sepertinya kompak bergantian dan dibuat menegangkan. Inilah kenyataan yang dihadapi dalam memilih pemimpin di Indonesia.
Demikian dikatakan Syafril Sjofyan, pemerhati kebijakan publik, aktivis 77-78 kepada KedaiPena.Com, Jumat (10/8/2018).
“Tribalisme dilakukan kubu Jokowi dengan menggunakan baju keumatan,” kata dia.
Politik tribalisme, istilah baru dalam dinamika politik Indonesia yang digunakan untuk menyebut kelompok yang selalu mengutamakan kepentingan kelompoknya di atas kepentingan bangsa dan negara.
“Tribalisme ini antara kepentingan PDIP yang kuatir kecurian tiket capres 2024, serta PKB atau Cak Imin yang kuatir jika Mahfud MD (yang konon sudah ukur baju dan menuju lokasi deklarasi) kemudian akan menjadi ancaman posisi Cak Imin,” kata dia.
Meski pada akhirnya Mahfud tersingkir pada detik akhir. Dan ini adalah ketemunya kepentingan PDIP dan PKB.
Sementara tribalisme pada kubu Prabowo adalah kekuatiran terhadap amunisi dan “bayaran” sekoci lain. Dan hal itu bisa dipenuhi oleh Sandiaga yang kebetulan bisnis tambang emasnya sedang rebound (konon laba tahun ini Rp1,5 triliun).
“Sehingga desakan untuk menunda deklarasi dan pendaftaran ke KPU dari berbagai pihak diabaikan. Kuatir jika diperpanjang pendaftaran 2×7 hari, MK akan memutuskan ambang batas 0 persen, akan muncul calon alternatif, dan lebih kuat, Syafril menambahkan.
“Dus inilah kenyataan yang harus diterima oleh rakyat Indonesia, memilih tidak berdasarkan kepada gagasan, konpentensi dan track record. Apakah ke depan bangsa ini akan keluar dari krisis ekonomi, dan percepatan kesejahteraan rakyat sama dengan Korea bahkan Malaysia, menjadi tanda tanya besar. Jawaban dari seorang teman guru besar di ITB adalah selama politik sebagai panglima, ekonomi akan krisis terus,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh