KedaiPena.Com – Perkembangan ekonomi Indonesia saat ini belum disadari oleh banyak masyarakat. Padahal, saat ini Indonesia telah menjadi negara dengan ekonomi triliun dolar atau ‘Trillion Dollar Club’.
‘Trillion Dollar Club’ sendiri menjadi sebutan bagi negara yang produk domestik bruto (PDB) mencapai lebih dari US$ 1 triliun atau setara Rp 13.500 triliun dengan nilai kurs rata-rata Rp 13.500 per US$.
Adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menyebutkan bahwa ekonomi Indonesia saat ini sudah tembus US$ 1 triliun, yang artinya semakin baik dan bersaing dengan negara lain.
KedaiPena.Com pun mewawancarai Akademisi Universitas Prasetiya Mulya, Yohanes B. Kadarusman terkait dengan tembusnya ekonomi Indonesia ‘Triliun Dollar Club’. Berikut petikan wawancara tersebut.
KedaiPena.Com: Apakah dengan tembusnya ekonomi US$ 1 Triliun, akan membuat perekonomi RI akan jauh lebih baik ?
Yohanes B. Kadarusman: Jika membaca berbagai berita tampaknya PDB yang dimaksud adalah PDB nominal dengan menggunakan harga berlaku. Sedangkan, kinerja ekonomi makro tidak hanya diukur semata-mata dari PDB, tetapi juga dilihat PDB per kapita yang menunjukkan produktivitas perekonomian nasional.
PDB juga biasa dibedakan antara PDB aktual (Aggregate Demand-AD) dan potensial (Aggregate Supply-AS). Jadi jika ditanyakan apakah ke depannya ekonomi RI akan lebih baik tergantung dari kedua faktor ini. AD seperti yang dikemukakan di media massa berasal dari konsumsi masyarakat dan investasi privat dan juga ekspor bersih (ekspor kurang impor).
Saat ini pemerintahan Presiden Jokowi sedang gencar membangun berbagai infrastruktur fisik. Di satu sisi akan meningkatkan AD melalui konsumsi publik dan di sisi lain akan meningkatkan AS melalui ekspansi kapasitas produksi nasional maupun kelancaran sistem produksi nasional.
Jadi mestinya ke depan PDB akan terus naik terutama yang berasal dari kenaikan produksi barang dan jasa (bukan kenaikan harga kalau yang dilihat PDB nominal).
KedaiPena.Com: Jika PDB kita naik seperti ini, apakah sejumlah permasalahan seperti daya beli bisa terselesaikan. Sebab pendapat masyarakat meningkat?
Yohanes B. Kadarusman: Kalau kita lihat daya beli, kembali lagi gambaran kasarnya dari PDB riil per kapita di mana besarannya tergantung pada nilai PDB riil dan jumlah penduduk Indonesia. Bisa dicek angkanya apakah naik atau tidak di tahun 2017 ini. Kalau rasionya turun, berarti daya beli masyarakat secara rata-rata juga menurun, apabila rasionya naik bisa dikatakan daya beli masyarakat secara umum naik.
Selanjutnya kita tidak boleh puas hanya dengan angka rata-rata PDB per kapita ini. Tetapi juga deviasinya dari angka rata-rata ini yang dapat menunjukkan kelompok masyarakat mana yang sebenarnya mengalami kenaikan daya beli yang signifikan diindikasikan oleh kesenjangan pendapatan.
Jika yang mengalami kenaikan daya beli secara signifikan hanyalah kelompok masyarakat kelas atas yang jumlahnya tidak banyak, maka dampaknya terhadap PDB (melalui konsumsi masyarakat) akan berbeda jauh dengan kenaikan daya beli dari kelompok menengah-bawah yang jumlahnya sangat besar.
KedaiPena.Com: Dalam kondisi demikian, cara-cara apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat menengah?
Yohanes B. Kadarusman: Tentunya cara-cara yang menyasar langsung kelompok menengah-bawah seperti program padat karya tunai yang akan dijalankan oleh Presiden Jokowi pada tahun 2018 ini.
Berbeda dengan program bantuan langsung tunai yang pada akhirnya hanya digunakan untuk mendorong pengeluaran konsumtif (AD), program padat karya tunai selain mendorong AD juga diharapkan memperbaiki AS melalui pekerjaan produktif yang dilakukan kelompok menengah-bawah seperti perbaikan irigasi, jalan, saluran pembuangan air, penghijauan lahan dan sebagainya.
Laporan: Muhammad Hafidh