KedaiPena.com – Ketidakpercayaan masyarakat atas praktik hukum di Indonesia, bukan lah wacana bohong. Mayoritas masyarakat Indonesia memiliki pemikiran negatif pada sistem hukum negara ini, karena banyaknya tindak penyelewengan hukum, yang menyebabkan keadilan hukum hanya berlaku bagi orang atau kelompok yang memiliki kemampuan finansial.
Pengacara Henry Indraguna menegaskan bahwa keadilan hukum adalah milik seluruh warga negara Indonesia.
“Tak boleh ada, yang namanya hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas. Semua sama di mata hukum. Dan untuk memastikan bahwa keadilan hukum dapat dipraktikkan, maka semua elemen hukum harus mau melakukan praktik hukum yang berkeadilan,” kata Henry usai melewati Ujian Doktoral Ilmu Hukum dengan hasil Cumlaude 3,98 di Universitas Borobudur Jakarta, ditulis Minggu (4/9/2022).
Ia menyatakan dari perjalanannya sebagai ahli hukum dan juga penelitian untuk disertasinya, ditemukan masih ada hakim yang mendasarkan hukum pada ‘yang mampu membayar’.
“Penyebabnya bisa banyak. Mulai dari kebutuhan akan ekonomi, yang sebenarnya jika kita sebut cukup ya mungkin tidak ada cukupnya, dan tekanan atau intervensi dari pihak internal maupun eksternal. Sehingga keputusan mereka tidak memenuhi fase keadilan dan tidak seadil-adilnya,” urainya.
Dan Henry menyebutkan penyelewengan hukum ini bisa saja terjadi pada kasus apa pun, bukan hanya pada kasus yang melibatkan nilai nominal besar.
“Bahkan dalam kasus perceraian saja, ada oknum hakim yang meminta uang juga, melalui panitera atau siapa saja. Ini sudah sangat kritis sekali,” urainya lagi.
Ia menyebutkan, atas fakta-fakta ini lah, akhirnya ia memutuskan untuk mengambil tema disertasi integritas hakim.
“Bayangkan saja, jika yang terlibat adalah orang yang tidak memiliki kekuatan finansial, dimana yang dilawan adalah orang yang memiliki kekuatan finansial. Maka yang muncul adalah ketidakpercayaan pada institusi hukum untuk mendapatkan proses hukum yang berkeadilan,” kata Henry.
Kondisi ini diperburuk dengan pengawasan yang saat ini berlaku, sama sekali tak memiliki kewenangan untuk memberikan putusan salah dan tidak. Dan selanjutnya, ditetapkan juga sanksi pidananya.
“Saat ini sudah ada KY (red, Komisi Yudisial). Tapi sifatnya hanya memberikan rekomendasi bukan putusan. Rekomendasinya diberikan kepada Mahkamah Agung, yang nantinya akan memberikan keputusan. Sulitnya kan disitu. Harusnya KY memiliki kewenangan untuk memberi putusan,” ungkapnya.
Ia menegaskan untuk membentuk ekosistem praktik hukum yang berkeadilan perlu dikuatkan mekanisme pengawasan praktik hukum yang posisinya di luar dari lembaga hukum itu sendiri.
“Saya mengharapkan hasil disertasi saya ini nantinya bisa dijadikan bahan rekomendasi dan pertimbangan presiden, untuk disampaikan kepada KY,” pungkas Anggota Tim Ahli Bidang Hukum dan Perundang-undangan, Dewan Pertimbangan Presiden ini.
Laporan: Ranny Supusepa