KedaiPena.Com – Di saat Indonesia sedang euforia dengan perubahan revolusi industri 4.0, Jepang mulai beranjak ke revolusi industri 5.0. Negeri matahari terbit itu sudah mulai terbiasa dengan robot sebagai alat bantu manusia menjalankan fungsi sehari-hari.
Demikian disampaikan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro saat wisuda Perbanas Institute di JCC, Senayan, Jakarta, Senin (4/2/2019).
“Jepang sudah masuk ke situ,” kata mantan Menkeu ini.
Masyarakat Jepang, telah terbiasa dengan robot yang membantu manusia dan mulai mengembangkan komunitas robot dan manusia.
“Sementara kita masih harus menyambut robot dan mesin-mesin yang menggantikan kerja manusia,” ujar Bambang.
Indonesia, lanjut dia, harus siap menuju proses itu. Cara agar Indonesia siap menghadapi revolusi industri 4.0 dan kemudian berlanjut ke 5.0 adalah menguasai ‘big data’ yang muncul perbankan dan teknologi.
“Jangan data transaksi yang luar biasa ini dimanfaatkan oleh orang luar. Karena jika mereka masuk, maka akan dipakai ke mana-mana, dijadikan alat ‘marketing’, direct selling’ dan lain-lain. Kita harus mempunyai kemampuan memanfaatkan ‘big data’,” lanjut Bambang.
Perusahaan besar yang punya ‘big data’ dikejar. Bahkan banyak investor yang rela menginvestasikan uangnya kepada usaha yang belum pasti menghasilkan untung. Sebab, hal ini bukan soal untung rugi, tapi data dalam besar. Karena ‘big data’ di masa depan itu emas.
Pemerintah sendiri berupaya agar ‘big data’ itu tidak sia-sia dan Indonesia siap menghadapi revolusi industri 4.0 dan berlanjut ke 5.0. Di antaranya menyambung titik-titik yang belum terkoneksi.
“Indonesia negara besar tapi belum terkoneksi dengan baik. Telekomunikasi (yang terputus) menyebabkan itu. Palapa rig (yang diluncurkan pemerintah) menyambungkan daerah yang belum terkoneksi internet. Jadi mudah-mudahan tidak ada kesenjangan,” Bambang menambahkan.
Cara lain adalah memperkuat ‘development’ berbasis manufaktur dan jasa yang memiliki nikai tambah. Dan selanjutnya adalah menjadikan sektor pariwisata menjadi sektor unggulan.
Laporan: Muhammad Hafidh