Artikel ini ditulis oleh Abdul Rohman Sukardi, Pengamat Sosial Kebangsaan.
Oktober tanggal 20 semakin dekat. Perebutan jabatan-jabatan strategis semakin ketat. Ruang-ruang sempit lobi semakin sesak. Masing-masing pihak memastikan tidak terlempar dari gerbong kabinet. Nomenklantur Kementerian dan Lembaga diperlebar.
Pertama, untuk memperkuat determinasi target kinerja. Semakin fokus lingkup kerjanya, akan semakin optimal pencapaian-pencapaian targetnya,
Kedua, untuk mereduksi potensi kebocoran pengelolaan keuangan negara. Konsentrasi bidang kerja pada segelintir orang akan memperlebar potesi penyimpangan. Khususnya dalam pengelolaan anggaran.
Kedua alasan itu mereduksi kemungkinan ketiga. Bahwa perluasan nomenklantur Kementerian dan Lembaga, semata-mata untuk bagi-bagi jabatan.
Walaupun nomenklantur sudah diperluas, kompetisi perebutan jabatan tidak meredup. Tetap saja berlangsung dinamis dan ketat.
Berbeda dengan jabatan politik. Presiden, kepala daerah, anggota legislatif. Mekanisme kontestasi terbuka telah menjadi ajang seleksi ketat. Berbasis mahkamah elektoral. Dipilih langsung oleh kepekaan spiritual dan kepekaan intelektual rakyat.
Jabatan Kementerian dan lembaga diperebutkan melalui ruang-ruang sempit lobi. Juga rumitnya negosiasi. Baik melalui ruang-ruang gelap maupun berbagai pintu. Reputasi dan kredibiltas figur yang dikandidasikan terkadang tidak terverifikasi secara kuat. Bahkan sering lepas dari pencermatan publik.
Rakyat dipaksa menerima situasi “membeli kucing dalam karung”. Dipaksa menerima figur reputasinya buruk. Tidak kompeten dan merugikan rakyat banyak.
Untuk menghindarinya perlu ditradisikan telaah kelayakan bagi calon pejabat. Perlu indeks kelayakan calon pejabat. Sebagai pisau analisa menilai kelayakan figur. Untuk bisa diterima sebagai pejabat pada Kementerian dan Lembaga. Menteri, wakil menteri, kepala badan, direksi BUMN, komisaris BUMN. Perlu memenui syarat kelayakan indeks itu.
Kegagalan presiden dalam merekrut pejabat yang kredibel akan menjadi bumerang. Reputasi kepemimpinannya dipertaruhkan melalui pejabat-pejabat yang dipilih untuk membantunya itu.
Seberapa kuat dukungan rakyat dan seberapa lama dukungan itu akan berlangsung. Tergantung pula pada reputasi pejabat-pejabatnya.
Indeks kelayakan pejabat (IKP) itu bisa disodorkan alternatif berikut:
Pertama, bebas potensi jerat pidana. Para kandidat pejabat pada Kementerian dan Lembaga harus dipastikan tidak berpotensi terjerat tindak pidana. Terutama pidana korupsi dah kejahatan terhadap perempuan. Scanning kedua hal ini harus secara ketat. Agar ketika menjabat tidak tersandera perkara-perkara pidana.
Kedua, reputasi kesetiaan nasionalisme. Kesetiaan pada NKRI dan idiologi bangsa harus jelas. Tidak diragukan. Tracking terhadapnya harus dilakukan secara kuat.
Agar tidak menjadi permasalahan dikemudian hari. Ketika pejabat yang diangkat ternyata diragukan nasionalismenya dan kesetiannya pada idiologi bangsa.
Ketiga, profesional. Sesuai bidang kerja kementerian dan lembaga. Untuk memastikan pejabat yang bersangkutan memiliki kompetensi dalam pencapaian target kinerja Kementerian dan Lembaga itu.
Keempat, memiliki jaringan politik. Termasuk salah satunya representasi kepartaian.
Syarat ini menjadi bekal dalam komunikasi kebijakan. Komunikasi internal, komunikasi politik antar lembaga. Maupun komunikasi publik.
Tanpa jaringan dan ketrampilan komunikasi politik/publik, program dan kebijakan Kementerian Lembaga tidak akan berjalan optimal. Oleh hanya kemacetan-kemacetan komunikasi.
Pencapaian-pecapaian target kinerja juga akan terganggu.
Kelima, reputasi pengabdian. Seberapa banyak ia konsen memajukan bangsa dan negara. Sebelum dikandidasikan sebagai pejabat.
Reputasi itu akan memberi nilai tambah. Bagi potensi optimalisasi pencapaian target kinerja pada lembaga yang akan dipimpinnya.
Kelima indeks itu perlu menjadi konsen presiden terpilih. Juga masyarakat luas. Untuk ketat menjalankan dan mengawasinya.
Skor tertinggi dari akumulasi kelima kriteria IKP itu seharusnya mendapat prioritas di antara seluruh kandidisasi masing-masing Kementerian dan Lembaga.
Selain tentunya kemampuan bekerja dan loyalitas pada kebijakan Presiden.
Bangsa ini harus dipastikan kendali kemudinya. Oleh orang-orang yang bertanggung jawab dan kompeten. Agar Indonesia betul-betul mampu dalam perpacuan global. Menjadikan Indonesia maju dan sejahtera.
ARS ([email protected]), Jaksel, 07-10-2024
[***]