KedaiPena.Com – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani mengungkapkan, bahwa indikator yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik ( BPS) soal pertumbuhan masyarakat miskin di Indonesia masih kurang tepat.
“Kemiskinan harus dilihat dari banyak hal, pertama pendapatan sehari-sehari yang berada di bawah 2 dolar, lalu tidak punya rumah dan sebagainya itu definisinya,” ujar Aviliani saat ditemui KedaiPena.Com di Jakarta, Rabu (18/7).
“Tidak hanya itu, kita juga harus melihat ‘ekonomi stuck’ karena industri retail yang semakin menurun. Dan itu harus mulai dicermati, karena kalau retail melambat, daya beli masyarakat turun. Retail itu cerminan,” sambung Aviliani.
Kendati demikian, Aviliani tetap menyoroti keterlambatan dalam distribusi beras sejahtera (rastra) ke rakyat miskin yang dipaparkan oleh BPS. Menurutnya, pemerintah pusat juga harus mulai membagi peran kepada pemerintah daerah.
“Sebaiknya juga diberikan tanggung jawab ke pemerintah daerah. Jadi kalau ada apa-apa tinggal jewer pemerintah daerah,” demikian Aviliani.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah penduduk miskin di Indonesia bertambah 6.900 orang menjadi 27.771,22 juta orang pada Maret 2017 dari 27.764,32 juta orang pada September 2016.
BPS menjelaskan, faktor penyebab bertambahnya masyarakat miskin karena telah terjadi hambatan dalam distribusi beras sejahtera (rastra) ke rakyat miskin
Laporan: Muhammad Hafidh