KedaiPena.com – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan pemerintah bahwa untuk mengetahui rasio utang, tidak boleh hanya menggunakan sistem Debt To GDP Ratio.
Ekonom Indef, Eko Listiyanto mengatakan selama ini pemerintah kerap melegitimasi penambahan utang dengan menyatakan rasio utang RI terhadap GDP masih jauh dari 60 persen.
Padahal, rasio untuk menentukan risiko utang pemerintah tidak hanya GDP. Contoh, DSR yang digunakan juga oleh International Monetary Fund (IMF). Ia memaparkan IMF menetapkan batas aman utang pemerintah adalah 150 persen DSR. Sementara, utang Indonesia saat ini telah mencapai 300 persen.
“Sekarang pendapatan kita di Rp 2.700 triliun, kalau utang kita Rp 8.000 triliun, ketika dibagi akan 300 persen,” kata Eko dalam acara diskusi ekonomi, ditulis Rabu (24/7/2024).
Sebagai informasi, Kementerian Keuangan pada buku APBN Kita menuliskan bahwa utang pemerintah kembali bertambah pada Mei 2024 menjadi sebesar Rp8.353,02 triliun, atau naik 0,17 persen dari catatan pada bulan sebelumnya sebesar Rp8.338,43 triliun.
Posisi utang per 31 Mei 2024 itu membuat rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 38,71 persen. Rasio utang itu naik dari catatan per 30 April 2024 yang sebesar 38,64 persen.
Rasio utang tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara. Tren penurunan dari angka rasio utang terhadap PDB 2021 yang tercatat 40,74 persen, 2022 di 39,70 persen dan 2023 di 39,21 persen, serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40 persen.
Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif.
Per akhir Mei 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan ratarata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 8 tahun.
Laporan: Ranny Supusepa