KedaiPena.com – Pengurangan jumlah bandara internasional di Indonesia akan dapat meningkatkan konektivitas transportasi udara nasional. Jika sebelumnya dengan banyaknya bandara internasional pola penerbangan adalah point to point, maka dengan dikuranginya bandara internasional pola penerbangan nasional akan kembali kepada pola hub and spoke. Dengan pola hub and spoke, akan terjadi peningkatan konektivitas transportasi udara dan terjadi pemerataan pembangunan nasional.
Ketua Umum Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) Denon Prawiraatmadja menyatakan dengan menggunakan pola hub and spoke akan terjadi pemerataan pembangunan dari kota kecil hingga kota besar.
“Dengan pola hub and spoke, bandara di kota kecil akan hidup dan menjadi penyangga (spoke) bagi bandara di kota yang lebih besar (sub hub). Dari bandara sub hub itu akan menjadi penyangga bandara hub yang kemudian menghubungkan penerbangan ke luar negeri sebagai bandara internasional. Dengan demikian semua bandara dapat hidup, konektivitas penerbangan terbangun dan terjadi pemerataan pembangunan,” kata Denon, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (28/4/2024).
Pada pola hub and spoke, selain terjadi konektivitas transportasi udara dan meningkatkan pemerataan pembangunan, bisnis penerbangan nasional juga akan lebih meningkat dan akan menjadi lebih efektif dan efisien sehingga diharapkan dapat meningkatkan pelayanan terhadap penumpang.
Hal tersebut akan berbanding terbalik jika banyak bandara yang bersifat internasional karena akan lebih banyak terjadi penerbangan internasional daripada penerbangan domestik sehingga konektivitas nasional tidak terbangun.
Penerbangan poin to poin internasional selama ini juga lebih menguntungkan maskapai luar negeri di mana mereka sebenarnya juga menggunakan pola hub and spoke di negaranya dan hanya mengambil penumpang di Indonesia sebagai pasar tapi tidak menimbulkan konektivitas nasional.
Selain itu dengan banyaknya bandara internasional juga rawan dari sisi pertahanan dan keamanan karena hal itu berarti membuka banyak pintu masuk ke Indonesia di mana semua pintu tersebut harus dijaga.
Jika penerbangan internasional di bandara tersebut sangat sedikit, juga akan menjadi tidak efektif dan efisien karena harus disediakan sarana dan personil CIQ (Custom, Immigration and Quarantine), komite FAL serta hal-hal lain yang menjadi persyaratan bandara internasional.
“Penataan jumlah bandara internasional oleh pemerintah juga sudah adil karena bandara yang status penggunaannya domestik pada prinsipnya tetap dapat melayani penerbangan luar negeri untuk kepentingan tertentu secara temporer (sementara), seperti untuk Kenegaraan; Kegiatan atau acara yang bersifat internasional; Embarkasi dan Debarkasi haji; Menunjang pertumbuhan ekonomi nasional, seperti industri pariwisata dan perdagangan; dan Penanganan bencana,” pungkas Denon.
Laporan: Ranny Supusepa