Penghujung November 1956, entah persisnya tanggal berapa. Terlihat sebuah kapal pesiar bernama Granma bertolak meninggalkan sebuah dermaga di Meksiko.
Kapal itu tampak tegar membelah lautan menuju ke negara tetangga Meksiko, yakni Kuba, di Amerika Tengah. Pada 2 Desember 1956, kapal yang di dalamnya membawa muatan 82 praktisi perlawanan revolusiner, lengkap dengan perbekalan persenjataan dan amunisi itu, akhirnya merapat di pantai utara Oriente wilayah Kuba.
Misi ke 82 orang itu sudah bulat:sempurna: menggulingkan Presiden Kuba Jenderal Fulgencio Batista!
Di bawah pimpinan seorang sarjana hukum, yang merupakan anak keluarga petani tebu dan peternak lembu, bernama Fidel Castro Ruz, sebuah serangan ofensif dadakan dilancarkan oleh 82 tenaga revolusioner itu ke arah jantung kekuasaan Batista.Â
Namun, ternyata rezim Batistas dapat melumpuhkan serangan dadakan yang mungkin dipandang banyak orang sebagai serangan konyol itu. Korban tewas pun berjatuhan di pihak kaum revolusioner Kuba. Segera rezim Batista mengumumkan  keberhasilan pemerintahnya menumpas pemberontakan berdarah itu.Â
Namun dari para pelaku upaya penggulingan atas rezim Batista itu, ternyata masih tersisa dua belas orang yang masih hidup dan berhasil meloloskan diri ke kawasan perbukitan Sierra Maestra. Dua diantara mereka adalah Fidel Castro dan Che Guevara.
Mereka lalu bergerilya sembari membangun basis-basis dukungan dan memenangkan hati rakyat di hutan-hutan. Perlahan tapi pasti, dukungan rakyat pun diperoleh dan terus meluas di pihak kaum revolusioner itu.
Sampai akhirnya pada 1 April 1958, Castro mengumumkan kepada segenap pasukan dan basis-basis pendukungnya untuk melancarkan perang semesta secara total terhadap rezim Batista.
Hasilnya, kemenangan demi kemenangan berhasil diraih pasukan Castro melalui perang gerilya. Sehingga membuat elan revolusioner mereka semakin membuncah.Â
Sampai akhirnya rezim militer Batista terdesak kalah pada Desember 1958. Dan Batista pun terpaksa mengungsi ke Dominika.
Kemudian pada 1 Januari 1959 pemerintahan kaum revolusioner itu terbentuk dibawah Castro sebagai Panglima Tertiggi dan Manuel Urrutia Lleo sebagai Presiden sementara.Â
Sedangkkan posisi Perdana Menteri dipegang oleh Jose Miro Cardona. Dan tanggal 1 Januari pun ditetapkan sebagai Hari Revolusi Kuba.
Sejak itu penangkapan, pengadilan revolusi, dan penembakan terhadap sisa-sisa kroni dan loyalis Batista dilakukan. Banyak negara, khususnya Barat yang mengecam langkah dari pemerintahan baru Kuba itu.Â
Sebagai korban kesewenang-wenangan rezim Batista, kecaman itu dijawab dingin oleh Castro dengan mengatakan: “Mengapa Anda tak mengecam Batista selagi berkuasa?”.Â
Dan katanya lagi, “Pengadilan Revolusioner tidak akan berhenti sebelum kaum begundal habis!”. Serta, “Revolusinya tak akan memberi kesepatan pada kaum tuan tanah untuk berkuasa kembali.”
Di bulan berikutnya, 16 Februari 1959 Castro mengucapkan sumpah menjadi Perdana Menteri. Dan Adiknya, Raul yang juga ikut bergerilya di hutan-hutan, diserahi jabatan sebagai Panglima Tertinggi.
Karena kuatnya keyakinan Castro pada Sosialisme, maka partai berhaluan Marxis di Kuba pun  dihidupkan kembali yang sebelumnya di era Batista diberangus.Â
Awalnya Castro mendirikan Organizacionea Revolusionarias Integradas (ORI). Kemudian pada 2 Desember 1963, ORI diganti menjadi Partisi Unnido de la Revolusion Sosialista PURS). Dan pada Oktober 1965 dirubah lagi menjadi Partido Comunista de Cuba (Partai Komunis Kuba)
Revolusi terus digelindingkan Castro sejak menit pertama kekuasaan Castro ditegakkan, dan sejak pemerintahan Komunis Kuba dibentuk. Ketika kekuatan negara-negara Blok Timur, yang menjadi antitesis dari negara-negara Blok Barat, runtuh, tidak demikian dengan Kuba, yang bersama-sama dengan Korea Utara dan Cina beserta pemerintahan sosialisme di Amerika Latin lainnya, masih tetap tegak berdiri.
Selama lebih dari setengah abad Kuba menempuh jalan sosialisme, Kuba terus merengkuh kemajuan-kemajuan berarti di pelbagai bidang. Yang membanggakan dan patut pemerintah Indonesia bercermin pada Kuba, tentunya, dalam hal terus kinclongnya harga diri bangsa Kuba di mata internasional menghadapi gempuran dahsyat bertubi-tubi sepanjang waktu yang dilancarkan kaum nekolim (neokapitalisme dan neoimperialisme).Â
Kuba juga dikenal sebagai salah satu negara terbaik di dunia dalam urusan pelayanan kesehatan bagi rakyatnya, sehingga menginspirasi banyak negara lainnya untuk belajar sistim pelayanan kesehatan yang profesional dan humanis.
Castro, Sang Pemimpin Besar Revolusi Kuba itu, Â baru saja meninggal dunia pada Sabtu 26 November 2016 di usia 90 tahun. Pemerintah Kuba telah mengumumkan hari berkabung Nasional selama sembilan hari.
Dengan segala hormat, kita tundukkan kepala untuk mengirim doa kepada seorang yang mendedikasikan diri sepanjang hayatnya untuk revolusi.
Selamat jalan Kamerad Castro, Bapak Pemimpin Besar Revolusi Kuba! Salam Takzim pada segala karya terbaikmu bagi bangsamu. ‎Salam Radikalisasi Pancasila.
Oleh: Nanang Djamaludin, Penggiat KIAT 98 (Komunitas Aktivis 98)
‎