KedaiPena.Com – Legenda hidup dunia petualang bebas Indonesia Herman Onesimus Lantang begitu lekat dalam ingatan Trinid Kalangi. Senior organisasi pecinta alam Yepe, Malang, yang dahulu dikenal dengan ‘Young Pioneer‘ ini merasakan langsung didikan dari Herman Lantang.
Di awal 70-an, saat Trinid masih SMP, Herman memang kerap mendaki Semeru, gunung yang merenggut sahabatnya di Mapala UI, Soe Hok Gie. Ia pun mampir ke sekretariat YP.
“Herman mengajarkan hal yang benar. Mencintai alam dengan benar. Dari situ saya bersyukur. Dia tidak pakai buku mengajari dengan menjadi panutan,” kata Trinid di sela ‘shooting‘ Film Dokumenter Herman Lantang di Malang, Minggu (12/2/2020).
Apalagi, Trinid mengaku tidak punya banyak mentor soal ilmu petualangan. Jadi, sosok Herman Lantang merupakan guru yang benar-benar mengajari Trinid.
“Saya naik gunung karena kepanduan pramuka. Selain itu, gak ada lagi. Herman memberi contoh, karena saya tidak punya panutan lain,” lanjutnya.
Salah satu ilmu yang paling terkenang adalah ketika Trinid disentil Herman soal vandalisme di gunung. Ceritanya saat itu, dirinya naik ke Gunung Arjuno, satu hari sebelum Herman naik ke gunung yang sama.
“Saat turun dan ketemu, dia (Herman) bilang, ‘saya lihat tuh nama kamu’. Awalnya saya bangga, dia (Herman) tahu nama saya dari mana,” cerita Trinid.
Sayang, pada bagian selanjutnya, kisah tak sebahagia di awal. ‘Itu yang kau gores-gores pakai pisau di pohon,’ lanjut Trinid mengulangi sindiran Herman. Dan pada hari itu juga, Trinid langsung naik kembali ke Gunung Arjuno dan menghapus coretan tersebut.
“Buat saya itu teguran. Karena sebelumnya dia sempat dia bilang, buat apa kita kasih tanda itu kalau kita tidak perlukan. Saya pikir pohon mati tumbang, tapi tetap saja ketika saya pikir selanjutnya, benar kata Herman, tanpa tulisan, alam tetap indah,” paparnya.
Lalu soal ‘packing‘, membawa ransel dengan benar. Tidak seperti pendaki saat itu di Malang yang bawa panci ke mana-mana.
Menurut Herman, yang kemudian dibenarkan Trinid, ‘quality‘ memang tidak bisa didiskon. Jangan bawa plastik kresek, karena akan bocor, kalau mau bawa saja ‘dry bag‘ saja. Lalu, soal ransel itu harus ‘balance‘, kalau tidak akan sakit punggung.
Ia pun yakin, ilmu yang diajarkan Herman masih relevan sampai saat ini. Terutama soal kecintaan terhadap alam. Apalagi, saat ini dunia petualangan identik dengan berwisata, semua orang bisa naik gunung.
“Kalau dalam segi prestasi, Herman Lantang bukan pendaki tapi pecinta alam. Ilmu yang diberikan Herman masih relevan, terutama soal kesadaran lingkungan, sampah. Selain berharap tetap sehat, saya juga berharap apa yang dia ajarkan, dia contohkan, menjadi berkah,” tandas eks Ketua YP ini.
Laporan: Muhammad Hafidh