KedaiPena.Com – Sekitar tujuh tahun terakhir ini, pelaksanaan Perda No.4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi, telah berjalan relatif baik.
Memang di sana-sini, perlu sentuhan perbaikan bersama.
Begitu pun terkait beberapa definisi yang ada di dalam Perda tersebut, juga sudah relatif jelas.
Tinggal persoalannya adalah penegakkan hukum terkait beberapa aspek yang diatur dalam Perda itu yang dirasa masih harus terus digenjot lagi.
Misalkan, terkait pengelola atau penyelenggara tempat hiburan, hotel, restauran dan biro perjalanan wajib memberikan souvenir kepada pengunjung.
Atau pengelola hotel pada minggu keempat tiap bulannya, atau Hari Ulang Tahun Jakarta dan Lebaran Betawi wajib menampilkan kesenian Betawi, serta menghidangkan makanan khas Betawi.
Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Jaringan Anak Nasional (JARANAN), Nanang Djamaludin pada Sosialisasi Perda No. 4 Tahun 2015 Tentang Pelestarian Kebudayaan Betawi, yang diselenggarakan DPRD DKI Jakarra, di Graha Finelink, Taman Sari Jakarta Barat, Rabu (25/5/2022).
Untuk saat ini, Nanang menyebut, Perda No.4 Tahun 2015 sebenarnya sedang masygul lantaran telah terbit UU No.3 Tahun 2022 Tentang Ibu Kota Negara. PP dan beberapa Perpres pun sudah keluar.
Di antaranya, PP No.17 Tahun 2022 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan, Anggaran Dalam Rangka Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara serta Penyelenggaraan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Lalu, ada Perpres No.62 Tahun 2022 Tentang Otorita Ibu Kota Nusantara, Perpres No.63 Tahun 2022 Tentang Perincian Rencana Induk Ibu Kota Nusantara, Perpres No.64 Tahun 2022 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara Tahun 2022-2042, dan Perpres No.65 Tahun 2022 Tentang Perolehan Tanah dan Pengelolaan Pertanahan di Ibu Kota Nusantara.
“Sementara, di pasal 1 poin 1 Perda No.4 Tahun 2015 tertulis bahwa yang dimaksud dengan Daerah adalah Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Sedangkan dalam UU No.3 Tahun 2022, Ibu Kota Negara bernama Nusantara dan selanjutnya disebut sebagai Ibu Kota Nusantara. Jadi disinilah letak masygulnya Perda tersebut,” jelas Nanang.
Dilihat dari segi tergesa-gesanya proses penyusunan UU No. 3 tentang IKN yang cuma butuh 17 hari, dan itu pun dilakukan di tengah wabah Pandemi. Ditambah sebelumnya pemerintah mengatakan akan membiayainya dengan investasi, tapi ternyata kemudian memakai APBN. Dari situ saja menimbulkan pertanyaan, ada apa sih dengan IKN?
“Salah satu cara paling beradab adalah membawa permasalahan ini ke MK atau Mahkamah Konstitusi. Kelompok masyarakat yang menolak UU IKN, secara resmi telah memasuki ruang sidang di MK. Tinggal kita tunggu keputusan MK, apakah MK akan berpihak pada masyarakat, ataukah MK lebih cenderung mengelap-elap kekuasaan?” tutupnya.
Laporan: Muhammad Lutfi