KedaiPena.Com – Institute for Justice and Law Enforcement Indonesia (IJLEI), kemarin berkirim surat dan meminta Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) dan Rektor Universitas Diponegoro untuk melakukan peninjauan ulang atas jabatan Guru Besar dan gelar Profesor yang disandang Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Widyo Pramono.
Peninjauan ulang tersebut perlu dilakukan sampai ada kepastian atas dugaan plagiarisme penulisan buku yang bersangkutan selesai.
“Sebagai rakyat Indonesia, permintaan ini kami ajukan atas dugaan plagiarisme sebanyak 61 paragraf buku yang dibuat Prof Widyo Pramono, dengan buku almarhum Prof Dr Marwan Effendy,†kata peneliti IJLEI, Prana Noraga Pramudita, di Jakarta, Selasa (6/12).
Tak hanya itu, selain itu pihaknya meminta Kemenristek Dikti membuat tim Kode Etik untuk memeriksa beberapa bab yang diduga hasil plagiarisme, yang terdapat pada buku berjudul Pemberantasan Korupsi – Sebuah Perspektif Jaksa, dan buku Diskresi, Penemuan Hukum, Korporasi dan Tax Amnesty dalam Penegakan Hukum, karya Almarhum Marwan Effendy.
Selain Menristek Dikti Mohammad Nasir, IJLEI juga akan berkirim surat ke Prof Dr Widyo Pramono untuk meminta klarifikasi tudingan tersebut. Tujuannya agar ada kepastian dan pengakuan secara ksatria dari seorang Widyopramono terkait penulisan buku tersebut.
Ia menambahkan, tuntutan ini merupakan kekhawatiran sebagai anak bangsa terhadap maraknya plagiarisme di Indonesia apalagi pelakunya adalah salah seorang petinggi institusi penegak hukum yang dituntut untuk berintegritas luar biasa.
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 1 Butir 3, menyebutkan, bahwa guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.
“Jika benar seorang Maha Guru ditengarai melakukan plagiarisme, maka rusak sudah tatanan mutu pendidikan di Indonesia. Konsep revolusi mental Presiden Joko Widodo jelas tercoreng karena telah terjadi degradasi kualitas mental bangsa Indonesia,†tegasnya.
Apalagi, kata dia, seorang profesor memiliki empat kewajiban yang sangat vital mempengaruhi kelanjutan dunia pendidikan di Indonesia. “Seperti memberi kuliah dan seminar sesuai bidang ilmu yang mereka kuasai, melakukan penelitian, pengabdian pada masyarakat hingga melatih para akademisi muda maupun mahasiswa agar bisa menggantikannya kelak,†tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, dugaan plagiarisme tersebut terdapat pada halaman 95-100. Yakni sekitar 61 paragraf dari 65 paragraf, diduga sama persis dengan buku Marwan, halaman 119-162, tanpa adanya pencantuman sumber pada catatan kaki ataupun daftar pustaka.
Sesuai Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010 pelaku plagiarisme dapat dikenai sanksi yakni mulai dari pemberhentian tidak hormat hingga pembatalan gelar akademisnya. Tak hanya itu, plagiator dapat dijerat pidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sesuai UU Nomor 28 Tahun 2014 Hak Cipta.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan sama sekali belum ada tanggapan resmi dari Widyopramono terkait isu plagiarisme tersebut.
Laporan: Muhammad Hafidh