KedaiPena.com – Insentif jumbo yang digelontorkan pemerintah bagi percepatan pengembangan kendaraan listrik dianggap sebagai langkah pemerintah untuk mengurangi beban pada APBN sektor energi. Walaupun, seharusnya insentif ini sebaiknya ditujukan untuk transportasi umum dan kendaraan roda dua, bukan untuk kendaraan pribadi.
Direktur Eksekutif IESR Indonesia, Fabby Tumiwa menyatakan pemberian insentif jumbo pada kendaraan berbasis baterai ini didorong oleh beberapa faktor.
“Sejak Perpres No 55 tahun 2019 tentang ekosistem kendaraan listrik, pemerintah sudah memulai. Tapi fokusnya sebenarnya adalah membangun industri listrik. Karena itu sejak tiga tahun lalu, terlihat pembangunan hulu yang terintegrasi. Yang kurang hanya pengembangan pasarnya,” kata Fabby, Selasa (20/12/2022).
Ia menyatakan pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan insentif, merupakan upaya untuk membangun permintaan pasar.
“Kalau industrinya, so what? Tinggal demand-nya,” ujarnya.
Faktor kedua yang mendorong insentif ini adalah impor BBM yang semakin meningkat tiap tahunnya dan penurunan produksi minyak mentah.
“Kemungkinan baru 2026, kapasitas kilang kita meningkat dari 1 juta barrel menjadi sekitar 1,2 juta barrel per hari. Tapi, dengan produksi di bawah 700, agak sulit untuk mencapai target 1,2 juta itu. Apalagi, tahun ini, harga minyak di pasar dunia sangat tinggi,” ujarnya lagi.
Sehingga, lanjutnya, perpindahan atau pengurangan penggunaan BBM ini menjadi fokus pemerintah dalam mempercepat peralihan sumber energi untuk transportasi.
“Kita sudah ajukan sejak lama. Tapi pemerintah baru sibuk untuk melakukan hal ini setelah APBN 2023 diketok. Padahal fluktuasi energi dunia, sama sekali tidak bisa diprediksi,” kata Fabby.
Ia menyatakan insentif ini sebaiknya ditujukan bagi transportasi publik dan motor listrik , bukan lebih besar ditujukan pada kendaraan roda empat listrik pribadi.
“Mobil listrik memang mahal, bisa dua kali lipat harga yang konvensional. Tentunya, yang bisa membeli adalah golongan mampu. Jadi, kalau mempertimbangkan fiskal kita, seharusnya bukan hanya mobil listrik, tapi lebih fokus lah pada pemerataan kualitas energi. Dan juga harusnya menyasar ekonomi menengah ke bawah yang menggunakan kendaraan tersebut sebagai akomodasi atau penunjang mata pencaharian,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa