KedaiPena.com – Garis kemiskinan yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), dinyatakan memang masih menggunakan standar domestik yang sering kali dianggap lebih rendah dibandingkan dengan standar internasional, seperti yang diukur berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP).
Peneliti IDEAS, Muhammad Anwar menyatakan, jika didasarkan pada status Indonesia yang masih berada dalam kategori negara berpendapatan menengah atas, garis kemiskinan yang digunakan BPS seharusnya mencerminkan standar yang lebih tinggi sesuai dengan tingkat pendapatan dan biaya hidup yang relevan di negara ini.
“Jika kita mengadopsi standar garis kemiskinan internasional berdasarkan PPP, yang misalnya menggunakan patokan 6,85 Dollar Amerika per hari (berdasarkan perhitungan Bank Dunia untuk negara menengah atas), jumlah orang miskin di Indonesia tentu akan jauh lebih banyak daripada yang tercatat dengan standar BPS saat ini,” kata Anwar, Jumat (17/1/2025).
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa banyak orang yang mungkin tidak tercatat sebagai miskin menurut garis kemiskinan domestik, namun secara ekonomi masih sangat rentan dan tidak memiliki daya beli yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Pengukuran kemiskinan berdasarkan PPP yang lebih tinggi akan memberi gambaran yang lebih realistis tentang tingkat kemiskinan yang dialami oleh masyarakat Indonesia, serta memungkinkan kebijakan yang lebih tepat sasaran.
“Penting untuk dipahami bahwa standar domestik yang digunakan BPS cenderung lebih sederhana, mengandalkan konsumsi dasar yang mencakup kebutuhan pokok seperti makanan dan non-makanan. Namun, ini sering kali tidak mencerminkan kenyataan hidup sehari-hari masyarakat, terutama mereka yang tinggal di daerah perkotaan dengan biaya hidup yang lebih tinggi, atau yang terjebak dalam pekerjaan informal dengan penghasilan yang tidak tetap,” ujarnya.
Jika garis kemiskinan dihitung dengan standar yang lebih tinggi misalnya yang mempertimbangkan biaya hidup yang lebih luas, seperti biaya perumahan, pendidikan, dan layanan kesehatan maka kita akan melihat bahwa banyak lebih banyak orang yang hidup dalam kondisi rentan, meskipun mereka mungkin tidak dianggap miskin dalam statistik BPS.
Dengan demikian, menggunakan standar internasional untuk mengukur kemiskinan akan memberikan gambaran yang lebih akurat tentang sejauh mana masyarakat Indonesia hidup dalam ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka.
“Ini juga akan menjadi acuan penting bagi pemerintah dalam merancang kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih komprehensif dan tepat sasaran. Pemerintah perlu mempertimbangkan perbaikan dalam standar pengukuran kemiskinan agar kebijakan yang diterapkan dapat lebih realistis dan memberikan dampak yang lebih nyata dalam mengurangi kemiskinan, terutama untuk kelompok masyarakat yang terpinggirkan dan yang paling rentan,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa