KedaiPena.com – Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibosono menyatakan dengan menyusun rancangan pengendalian konsumsi LPG 3 kg, yang ingin dicapai pemerintah adalah memastikan LPG 3 kg digunakan untuk kelompok tidak mampu.
“Memang sekitar 68 persen dari LPG 3 kg dinikmati oleh kelompok mampu. Namun membatasi penjualan LPG 3 kg hanya di agen resmi Pertamina tentu bukan solusi yang berkeadilan,” kata Yusuf, Senin (16/1/2023).
Ia menyatakan pembatasan LPG 3 kg dengan penjualan hanya di agen resmi Pertamina diduga akan diikuti dengan kewajiban membawa KTP bagi calon pembeli untuk pencocokan data dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Masalah utama pembatasan seperti ini adalah efektivitas, dimana pembatasan ini mengharuskan calon pembeli LPG 3 kg untuk mendatangi agen resmi Pertamina yang jumlahnya terbatas dan kemungkinan besar jauh dari tempat tinggal,” urainya.
Kewajiban menyerahkan KTP untuk pencocokan data dengan DTKS pun, lanjutnya, juga akan menghambat calon pembeli yang tidak memiliki dokumen kependudukan.
“Dengan biaya yang kini lebih tinggi, hal ini akan men-discourage kelompok miskin yang seharusnya paling berhak atas LPG 3 kg Bersubsidi. Lebih jauh, andai berjalan, pembatasan juga berpotensi tidak efektif karena DTKS kita sejak lama bermasalah, dimana angka exclusion error, orang miskin yang berhak namun tidak masuk dalam DTKS, dan inclusion error, orang tidak miskin yang tidak berhak namun masuk dlm DTKS, adalah tinggi,” urainya lagi.
Yusuf menegaskan jika pembatasan seperti ini dilakukan maka syaratnya adalah exclusion error harus mendekati nol, tidak boleh ada orang miskin yang tidak masuk dalam DTKS.
“Hingga kini basis data penanggulangan kemiskinan terbaik adalah DTKS, namun membutuhkan mekanisme validasi yang akurat, dengan melibatkan sebanyak mungkin stakeholder lokal, serta updating system yang terus menerus bahkan real time updating. Hanya dengan cara ini maka penyaluran bansos akan tepat sasaran dengan optimal, tanpa ada satupun keluarga miskin yang tidak ter-cover, no one left behind. Ketika sistem validasi dan updating DTKS ini sempurna, maka tidak akan ada lagi inclusion error maupun exclusion error, setidaknya tingkat toleransi kita terhadap inclusion dan exclusion error harus sangat minimal,” paparnya.
Ia menyampaikan yang berhak masuk ke DTKS adalah 40 persen penduduk termiskin, yaitu yang memiliki penghasilan di bawah dua kali ambang batas garis kemiskinan, yang menurut data Maret 2022 adalah Rp505.469.
“Gampangnya, kalau keluarga orang tua dan dua anak, penghasilannya di bawah Rp505.469 dikalikan empat, Rp2.021.876 per bulan, ya itu masuk miskin. Harusnya masuk ke dalam DTKS,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa