KedaiPena.com – Diperlukan perubahan orientasi pembangunan, yang memungkinkan mudik menjadi satu kegiatan yang bersifat bukan lagi konsumtif tapi menjadi suatu kegiatan yang meningkatkan perekonomian daerah. Sehingga para pemudik tak perlu lagi kembali ke kota besar, usai libur Lebaran.
Direktur Eksekutif Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menyebutkan Kementerian Perhubungan memproyeksikan mudik tahun ini mencapai 123 juta orang, meningkat 44 persen dibandingkan tahun lalu.
Mudik adalah fenomena sosial-spiritual, namun ia juga sekaligus fenomena struktural. Kenaikan jumlah pemudik tidak hanya mencerminkan pemulihan ekonomi dan tidak adanya lagi pembatasan pasca pandemi, namun juga mencerminkan tidak adanya perubahan kondisi kesenjangan ekonomi antar wilayah pasca pandemi.
Akar mudik adalah kesenjangan ekonomi, antara kota dan desa, antara Jawa dan luar Jawa. Mudik yang terus masif, dan bahkan semakin masif menandakan kegagalan pembangunan nasional yang tidak mampu menurunkan kesenjangan.
“Mudik benar menggerakkan perekonomian, seiring pergerakan puluhan juta pemudik dari metropolitan besar terutama di Jawa ke penjuru negeri, maka perekonomian bergerak dari pengeluaran pemudik terutama untuk transportasi, konsumsi makanan – minuman dan akomodasi. Pengeluaran pemudik ini kemudian berlanjut di kampung halaman berupa hibah natura maupun tunai ke keluarga dan kerabat maupun pengeluaran untuk wisata lokal. Dengan demikian, mudik menggerakkan perekonomian nasional sekaligus lokal,” kata Yusuf, Sabtu (22/4/2023).
Namun, lanjutnya, pengeluaran pemudik ini sebenarnya adalah konsumtif, cenderung tidak berdampak pada peningkatan kapasitas produktif perekonomian.
“Pengeluaran pemudik habis untuk belanja bahan bakar, makanan dan penginapan. Pengeluaran di kampung halaman juga konsumtif, terlebih ketika mudik seringkali diikuti demonstration effect seperti mudik mengenakan pakaian baru, gadget baru hingga menggunakan mobil atau kendaraan baru. Secara singkat, mudik adalah mahal, namun habis hanya untuk pengeluaran konsumtif pemudik. Pasca mudik, tidak ada kenaikan kapasitas ekonomi dari para pemudik,” urainya.
Yusuf menyatakan untuk kedepannya, dibutuhkan mudik yang lebih produktif ke depan, mudik yang memberdayakan pemudik agar semakin meningkat kapasitas dan kesejahteraan mereka, mudik yang membuat mereka tidak perlu lagi kembali ke kota dan metropolitan sekedar untuk menyambung kehidupan.
“Kita membutuhkan mudik yang memberdayakan desa dan luar Jawa,” ucap Yusuf.
Ia menyatakan pemerintah dan politisi tidak selayaknya terus sibuk dengan hal-hal teknis dari mudik dan bahkan mempolitisi mudik sekedar untuk pencitraan.
“Kebijakan mudik secepatnya harus beralih ke kebijakan substantif, bukan membangun jalan tol dengan alasan untuk memudahkan mudik, namun membangun desa dengan serius dan menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan baru. Membangun desa tidak sekedar dengan membagi-bagi dana desa, namun dengan hilirisasi pertanian yang serius, Industrialisasi berbasis keunggulan pedesaan dan kapital domestik yaitu pertanian. Bukan hilirisasi tambang berbasis kapital dan buruh asing, yang tidak ramah lingkungan dan rendah dampak terhadap perekonomian lokal,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa