KedaiPena.com – IDEAS menyebutkan kasus kematian di Kalideres Jakarta Barar merupakan salah satu cerminan penurunan tingkat ekonomi masyarakat. Yang dulunya tidak miskin, menjadi miskin karena pandemi. Paska pandemi, dengan hantaman krisis harga komoditas dan energi, dari miskin kembali menurun ke tingkat kemiskinan ekstrem.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menyebutkan untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem di masyarakat kita, yakni penduduk miskin di lapis terbawah, poorest of the poor, dibutuhkan akselerasi dan terobosan besar, mengingat selama pandemi angka kemiskinan melonjak.
Per September 2021, angka kemiskinan dilaporkan telah kembali ke 1 digit, yaitu 9,71 persen dan pada Maret 2022 kembali turun 9,54 persen.
“Namun, pasca pandemi, upaya penanggulangan kemiskinan tidak semakin mudah karena kini kita menghadapi ancaman krisis harga pangan dan energi. Kemiskinan ekstrem Indonesia, didefinisikan sebagai penduduk di bawah 0,8 garis kemiskinan, pada Maret 2021 dalam hitungan IDEAS adalah 3,48 persen atau 9,4 juta orang. Namun penduduk miskin mencapai 10,13 persen atau 27,5 juta orang. Artinya, diantara 0,8 – 1,0 garis kemiskinan ada sekitar 18 juta orang miskin, yang sewaktu-waktu dapat turun menjadi miskin ekstrem,” kata Yusuf, Sabtu (12/11/2022).
Sedikit saja guncangan ekonomi, seperti lonjakan harga pangan dan energi saat ini, disebutkan Yusuf dapat secara langsung membuat puluhan juta orang berpotensi jatuh menjadi miskin ekstrem.
“Tragedi- tragedi kemiskinan adalah bukti lemahnya sistem perlindungan sosial kita. Basis data kemiskinan kita, DTKS, sejak lama bermasalah, dimana angka exclusion error dan inclusion error adalah tinggi,” ungkapnya.
Ia menyebutkan di masa pandemi, reformasi DTKS menjadi semakin mendesak karena terkait dengan ketepatan bantuan sosial yang amat dibutuhkan bagi penduduk yang terpukul pandemi.
“Sayangnya IDEAS melihat perbaikan DTKS ini berjalan lamban dan lemah. Padahal bagi keluarga miskin, terlebih keluarga miskin ekstrem, eksistensi bantuan sosial adalah krusial untuk bertahan, terlebih dalam tekanan ekonomi tinggi akibat lonjakan harga-harga seperti saat ini,” ungkapnya lagi.
Basis data kemiskinan ekstrem lebih sulit dan membutuhkan upaya lebih keras dalam reformasi basis data. Karena untuk mengejar target ini tidak boleh ada satupun keluarga miskin ekstrem yang tidak ter-cover, no one left behind.
“Artinya, tidak boleh ada exclusion error, setidaknya tingkat toleransi kita terhadap exclusion error harus sangat minimal. Untuk menuju zero exclusion error, menjadi krusial untuk meminimalkan exclusion error dengan pengumpulan (collecting) data secara reguler, bahkan real-time updating, baik melalui mekanisme sensus, survey, usulan komunitas, hingga self-reporting dengan proses validasi. Pelibatan pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan simpul komunitas, termasuk Organisasi Pengelola Zakat dan Lembaga Filantropi lainnya, menjadi krusial disini,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa