KedaiPena.Com- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut keterlibatan anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Ihsan Yunus dalam kasus dugaan suap pengadaan bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Dalam rekonstruksi yang digelar KPK pada Senin (1/2/2021) kemarin, terungkap Ihsan melalui operatornya Agustri Yogasmara atau Yogas menerima uang sekitar Rp1,5 miliar dan sepeda mewah merk Brompton dari tersangka Harry Van Sidabuke.
“Untuk kasus ini, ICW mendesak KPK untuk mengusut tuntas kasus ini. Apalagi sebenarnya sudah jelas nama Ihsan ada di rekonstruksi ya. Mau apapun background-nya, apalagi politikus, harus dikejar dan dituntaskan,” kata Peneliti ICW, Dewi Anggraeni saat dikonfirmasi, ditulis, Selasa, (2/2/2021).
Tak hanya menerima uang dan sepeda mewah, dalam rekonstruksi kemarin terungkap peran mantan Wakil Ketua Komisi VIII DPR tersebut.
Dalam salah satu adegan rekonstruksi nampak Ihsan yang diperegakan pemeran pengganti menemui Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) Kementerian Sosial, Syafii Nasution di kantornya pada Februari 2020.
Pertemuan itu turut dihadiri Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos, Matheus Joko Santoso yang telah menyandang status tersangka.
Menurut Dewi, peran dan keterlibatan Ihsan Yunus sudah jelas. Dia meyakini, KPK telah mengantongi bukti permulaan yang cukup mengenai peran dan keterlibatan Ihsan dalam kasus ini. Untuk itu, KPK seharusnya tidak ragu menjerat Ihsan.
“Itu sudah dua alat bukti dan juga terbukti jelas perannya Ihsan. Maka ICW mendesak KPK segera masuk ke tahap baru. Karena sejauh ini kan KPK bisa dikatakan agak kurang serius ya kalau menangani politikus,” ujar Dewi.
Dewi menegaskan, lembaga antirasuah tak perlu menunggu hingga penyidikan perkara yang menjerat eks Mensos Juliari Peter Batubara rampung atau hingga berkekuatan hukum tetap.
Menurutnya penyidikan Ihsan dan Juliari dapat berjalan beriringan. Apalagi, kasus yang diduga melibatkan Ihsan masih satu rangkaian dengan kasus suap bansos yang menjerat Juliari.
“Kasus yang sedang ditangani KPK itu bisa berkembang lalu bisa ditetapkan tersangka lagi selama sudah memenuhi aturan,” tegas dia.
“Kalau KPK menyatakan pendapat seperti itu (menunggu rampungnya berkas Juliari), malah harus dipertanyakan ulang, kasus Juliari dan misalnya kasus Ihsan, kan bukan kasus berbeda, kenapa harus dibedakan penanganannya?,” sambung Dewi.
Tim penyidik KPK sudah berusaha memanggil Ihsan Yunus pada 27 Januari. Namun Ihsan yang telah digeser ke Komisi II DPR batal diperiksa tim penyidik lantaran mengaku belum menerima surat panggilan pemeriksaan.
Pada Jumat (29/1) lalu, KPK telah memeriksa Muhmmad Rakyan Ikram, adik Ihsan Yunus. Rakyan diperika sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan eks Mensos Juliari.
Dalam pemeriksaan itu, tim penyidik mencecar Rakyan mengenai pembagian jatah dan kuota untuk para vendor yang mendistribusikan bansos COVID-19.
Rakyan sendiri, usai diperiksa tim penyidik pada Jumat kemarin tak bersedia memberikan pernyataan sedikit pun terkait pemeriksaannya. Dia memilih bungkam sambil meninggalkan markas KPK.
Ini bukan kali pertama Rakyan diperiksa KPK. Dia pernah diperiksa pada 14 Januari lalu. Saat itu, tim penyidik mendalami keterlibatan perusahaan Rakyan dalam pengadaan paket bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Sebelum memeriksa Rakyan, tim penyidik KPK telah menggeledah rumah orang tua Ihsan Yunus pada Selasa (12/1). Dari penggeledahan itu, KPK menyita alat komunikasi dan sejumlah dokumen terkait kasus dugaan suap pengadaan bansos.
Laporan: Sulistyawan