PEMBLOKIRAN ‎situs kembali dilakukan dengan cara sewenang-wenang, Pasal 40 Hasil Revisi UU ITE berpotensi membungkan kebebasan berekspresi.‎
Kementerian Komunikasi dan Informatika, setelah memperloleh kewenangan luas melalui Pasal 40 hasil revisi UU ITE, melakukan penutupan terhadap 11 situs yang diduga mengandung penyebaran kebencian.Â
Penutupan akses ini dilakukan melalui surat yang dikirimkan oleh Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo kepada sejumlah Internet Service Provider (ISP).
Dalam Pasal 40 Hasil Revisi UU ITE ayat 2a disebutkan Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memilki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Â
Sementata pada ayat 2. b, disebutkan, dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2a, pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar hukum.
‎Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menolak cara-cara pemblokiran yang dilakukan secara sewenang-wenang. Beberapa situs tersebut diketahui telah beroperasi sejak lama, dan kalaupun situs-situs tersebut dianggap melakukan penyebaran kebencian, dalam pandangan ICJR, mestinya pemerintah melakukan tindakan penegakkan hukum terhadap operator-operator situs tersebut.Â
Tanpa ada tindakan penegakkan hukum, upaya pemerintah untuk menutup akses terhadap situs-situs tersebut hanyalah perbuatan sia-sia dan dapat menjurus pada upaya pembungkaman kebebasan berekspresi
ICJR sejak lama mengingatkan dan menyerukan kepada pemerintah dan DPR terutama pada saat proses revisi UU ITE sedang dibahas di DPR agar proses pemblokiran situs dilakukan berdasarkan proses hukum yang adil dan terkait dengan penegakkan hukum pidana.
Dalam proses pembahasan Revisi UU ITE, ICJR bersama-sama dengan LBH Pers, Elsam, AJI, dan Satu Dunia yang didukung oleh SIKA juga telah memberikan masukan kepada DPR terutama yang terkait dengan mekanisme pemblokiran dan penutupan akses.‎
Catatan dan Rekomendasi ICJR terhadap Pengaturan Blokir dan Filtering Internet, Pasal 40 ayat 2 Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis ganggungan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pengaturan blocking konten tidak mungkin di atur dalamproduk hukum di bawah UU. Karena perlu mengatur  Jenisâ€jenis konten internet yang bermuatan negatif dapat dilakukan tindakan pemblokiran konten internet
Selain itu diperlukan prosedur/mekanisme di dalam melakukan tindakan pemblokiran dan perlu Lembaga yang berwenang melakukan pengawasan dan pemblokiran;di luar menkominfo
Pemulihan (remedy) yang disediakan oleh karena pengaturan penapisan atau pemblokiran sebaiknya dilakukan sesuai dengan produk hukum berupa Undang-undang.
Pasal 40 (2), Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis ganggungan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Sayangnya, pembahasan revisi UU ITE antara pemerintah dan DPR RI berlangsung tertutup dan hasilnya malah memperbesar kewenangan pemerintah untuk melakukan penutupan akses terhadap situs atau aplikasi tertentu tanpa proses hukum yang adil dan tidak terkait dengan tindakan penegakkan hukum pidana. Pasal 40 revisi UU ITE, dalam pandangan ICJR, adalah pelembagaan proses dan mekanisme blokir yang selama ini telah salah dilakukan oleh pemerintah.
Terkait dengan proses blokir yang sewenang-wenang dan terus menerus terjadi, ICJR mengambil sikap untuk mempersiapkan langkah-langkah hukum untuk mencegah terjadinya kembali proses pemutusan akses terhadap situs/aplikasi internet yang sewenang-wenang
Oleh ‎Anggara, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (‎ICJR)‎