KedaiPena.Com – Baru saja publik selesai dilezatkan oleh people power 2 Desember 2016 (212). Di hari Minggu,  juga digurihkan oleh Parade 4 Desember 2016 (412). Keduanya karya anak bangsa, sama menyentuh, mewarnai keindonesiaan. ‎Melihat detil kedua even itu, terasa sekali perbedaan nuansa. ‎People power 212 memang lebih dramatik.
‎
“Sebelum acara 212, kita sudah mendengar aneka hambatan kepada bus dll agar tidak mengangkut warga daerah ke Jakarta.  Bahkan terdengar kabar 212 dilarang,” kata founder Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dalam keterangannya kepada redaksi ditulis Senin (5/12).‎
Tapi itu tak menyurutkan tekad. Ribuan umat ikhlas jalan kaki ratusan kilo agar bisa ke Jakarta. Tak peduli ada ijin atau tidak. ‎Ada pula yang kemudian saling membantu membeli tiket pesawat, dan pergi bersama mencarter satu pesawat.
“Ada pengumuman dari masyarakat yang menyediakan tempat menginap gratis. Di pinggir jalan raya, banyak gadis dan ibu dengan dana sendiri menyediakan makan dan minum untuk peserta,” lanjut dia.‎
Kapolri akhirnya mencari jalan kompromi. Niat event 212 mustahil dinihilkan. Lokasi pindah dari jalan raya utama ke Monas. ‎Di even 212, peserta  bersama menyemut dalam doa. Itu kerumunan paling besar dalam sejarah.Â
Ekspresi wajah mereka lebih menyala. Banyak yang menangis haru dalam doa. Hujan yang mengguyur Monas dan mereka yang bertahan di tempat, menambah pesona drama even itu.
“Sementara, aneka drama di atas tidak terasa dalam parade Kita Indonesia.  Walau meriah dan juga ramai, parade 412 kurang pekat emosi, dan lebih hambar, walau pesan utamanya sangat penting tentang keberagaman Indonesia. ‎Ibarat film, even 212 lebih menggugah emosi, lebih dramatik, lebih greget dibandingkan 412,” jelas dia.
Laporan: Muhammad Hafidh