HUSNI Kamil Manik sudah tiada, tidak elok membicarakan seseorang yang sudah meninggal dengan cara negatif, apalagi baru sekedar rumor.
Saya mengenal beliau sebagai orang yang tidak meledak-ledak walaupun menghadapi berbagai hal yang sangat genting.
Saya mengenal beliau dan beliau mengenal saya, kita bisa bersalaman, berpelukan, tertawa bersama walaupun kita suka berbeda pandangan.
Ketika berbeda pandangan, kita saling mencari pembenaran untuk mempertahankan pendapat tapi dengan logika dan ada acuan dasarnya.
Bukan asal berbeda pandangan. Kita masing-masing punya penafsiran yang logik dalam menafsirkan UU atau Peraturan, misalnya.
Diluar dari hal itu, beliau tidak pernah mencampuradukan perbedaan pandangan dengan pribadi. Kita sangat objektif. Beliau orang yang Humble.
Beliau sering mengamini jika pendapat saya benar, begitupun sebaliknya. Bahkan saya pernah “menghajar” LSM Pemilu di dalam rapat di KPU RI.
Ketika ada hal yang sudah sesuai, KPU dan Partai sudah klop, LSM pemilu mencari-cari kesalahan. Kita hajar karena hanya ‘ngerecokin’ saja.
Ketika saya komplain berdasarkan bukti ada KPUD tidak melayani dengan baik, beliau tanggap mengurus langsung dan selesai saat itu juga!
KPU RI di bawah Husni Kamil Manik menjadi lebih terbuka, para komisioner KPU RI mampu bersinergi dengan partai-partai tapi tetap independen.
Kita pernah dadakan diskusi tengah malam di KPU terkait dualisme partai dan bagaimana solusinya. Tapi tetap tidak bisa kita intervensi KPU RI terlalu jauh.
KPU RI era inilah pertama kalinya menyelenggarakan Pilkada serentak. Bayangkan, begitu banyak beban yang mereka harus hadapi.
Disinilah saya melihat ke-objektifan KPU RI di bawah Husni Kamil manik. Tidak ada toleransi walaupun secara pribadi satu lainnya saling mengenal.
Saya menangani pilkada di sebuah daerah, saya datang ke KPU sebagai peserta pilkada, saya ditangani sebagai peserta pilkada bukan sebagai kawan.
Mereka bersikap professional dan tidak mengistimewakan saya. Semuanya dianggap sama. Saya sangat respek atas sikap ini.
Beberapa waktu lalu saya berdebat dengan Husni Kamil Manik tentang sikap MK berdasarkan UU pilkada. Seru kita berdebatnya.
Tapi ketika bertemu di lain waktu kita berpelukan dan tertawa bareng, gak ada urusan dengan pilkada. Kita ketemu sebagai kawan, sebagai saudara.
Terakhir 30 Juni 2016, beliau sakit dan beliau paksakan bertemu saya dan kawan-kawan di KPU RI. Kondisinya ternyata saat itu sangat tidak memungkinkan.
Sampai di KPU RI, beliau minta staff KPU untuk bantu angkat dan papah dia berdiri. Setelah berdiri beliau melangkah menemui kami.
Bertemu dengan kami beliau memaksakan diri untuk tidak terlihat sakit. Tampak gagah dan ceria. Kita sama sekali tidak tahu kalau beliau lagi sakit.
Beberapa orang yang tidak mengenal dan berinteraksi dengan baik, kini memanfaatkan untuk melakukan berbagai hal negatif tentang beliau.
Malah ada disekitar saya yang memanfaatkan meninggalnya Husni kamil untuk menjual cerita bohong, bahwa dia melawan Husni dan dia adalah pahlawan di PTTUN.
Jika Husni Kamil masih hidup, saya dan Husni tetap saling objektif, saling berargumen dan tetap menjadi sahabat dan saudara.
Bukan seperti para pengecut, memanfaatkan Meninggalnya Husni kamil untuk memfitnah dan berbohong, untuk mencari panggung!
Ketika Husni Kamil masih hidup, tidak ada nyalinya untuk berhadap-hadapan dengan Husni Kamil, setelah tidak ada baru berkoar-koar. Pengecut itu.
Masih ingat ketika beliau tertawa dan bilang kalau _”Pak Teddy belum bicara saya masih belum tenang”
Selamat jalan abang, selamat jalan saudaraku, saya sudah bicara sekarang. Terima kasih sudah ajarkan saya soal kesabaran dan keikhlasan.
Terima kasih sudah ajarkan saya bagaimana menjadi orang yang objektif dan bagaimana menghargai orang.
Terima kasih, Husni Kamil Manik.
Oleh Teddy Gusnaidi, Ketua Logika Rakyat