PEMERINTAH Indonesia, lewat Kejaksaan Agung ternyata masih bersikukuh atas rencana eksekusi terpidana mati pasca lebaran tahun ini.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mendesak menunda eksekusi tersebut dan meminta pemerintah untuk mulai menerapkan moratorium hukuman mati sembari menunggu selesainya pembahasan dan disahkannya Rancangan KUHP di DPR. Saat ini DPR telah menyepakati hukuman mati sebagai pidana khusus alternatif.
Praktik eksekusi oleh pemerintah sejak 2015 dan rencana eksekusi 2016 ternyata menimbulkan pasang naik penggunaan hukuman mati dalam pengadilan di Indonesia.
ICJR melihat bahwa citra tegas yang dipertontonkan Pemerintahan Presiden Joko Widodo dengan cara mengeksekusi mati nampaknya menjadi populer di kalangan Jaksa dan Hakim Indonesia. Dengan tujuan efek jera, aparat penegak hukum Indonesia mulai berlomba-lomba menggunakan tuntutan hukuman mati .
Berdasarkan Monitoring ICJR Sepanjang 2015 dan 2016 (dari Januari sd Juni 2016), ICJR menemukan tren hukuman mati di tingkat penuntutan maupun di tingkat putusan Pengadilan negeri yakni jumlah terdakwa hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 2016 yakni 26 orang.
Sementara itu, jumlah terdakwa yang dijatuhi hukuman mati Hakim Pengadilan Negeri pada 2016 yakni 17 orang. Selain itu, jumlah terdakwa yang dituntut dan diputus hukuman mati pada 2016 yakni 16 orang.
Dibanding dengan 2015, maka terlihat penggunaan hukuman mati 2016 justru masih tinggi. Dalam monitoring ICJR tercatat jumlah terdakwa yang dijatuhi hukuman mati oleh Hakim Pengadilan Negeri pada 2015 yakni 37 orang, sedangkan total jumlah terdakwa yang dituntut dan diputus hukuman mati pada 2015 yakni 26 orang.
Pada 2016 ini hukuman mati di yang dituntut oleh jaksa dan diputuskan oleh pengadilan paling tinggi dalam kasus narkotika, menyusul kasus pembunuhan berencana. Hal ini tidak jauh berbeda dengan kondisi hukuman mati di 2015 .
ICJR tetap berpandangan bahwa hukuman mati seharusnya semakin jarang di gunakan dalam pengadilan. Fakta menunjukkan bahwa kebijakan hukuman mati berbasis efek jera yang selalu di gunakan oleh pemerintahan Jokowi menunjukkan kegagalan.
Deretan kasus terpidana mati yang di terjadi di pengadilan Indonesia sudah jelas lebih bersifat pembalasan ketimbang menimbulkan efek jera. ICJR juga mendorong proses peradilan yang lebih berkualitas dalam kasus-kasus hukuman mati, ICJR masih melihat banyak kelemahanan terkait fair trial dalam hukum acara pidana Indonesia.
Oleh Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Supriyadi Widodo Eddyono