KedaiPena.com – Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, (Harga Pokok Penjualan) HPP Gula baru harus segera ditetapkan karena bulan depan akan masuk musim giling tebu. Kenaikan HPP, lanjutnya, perlu dilakukan, terutama setelah pemerintah kembali menaikkan harga acuan pemerintah (HAP) gula di tingkat konsumen. Sebelumnya, HAP gula di tingkat konsumen dinaikkan pada November 2023.
Ia menjelaskan, HPP tebu adalah harga minimal atau paling rendah yang diterima petani. Pada praktiknya, ujarnya, harga yang diterima petani memang bisa lebih mahal sesuai harga lelang.
“Harga lelangnya bisa juga lebih dari itu. Misalnya kalau HPP Rp12.500 lelangnya bisa Rp13.000 bisa sampai berapa gitu. Jadi harga dasar yang paling rendah harus diterima petani itu HPP namanya, harga paling bawah. Tapi yang paling sering harga lelang itu Rp12.600, 12.700, 12.800, sedikit lah dari harga dasar. Sekarang, HPP belum naik, masih Rp12.500,” kata Soemitro kepada CNBC Indonesia, Jumat (19/4/2024).
Ia menyatakan seharusnya HPP itu menyesuaikan dengan HAP.
“HAP-nya itu naik loh ya, walaupun itu sifatnya sementara, tapi ini kan harus ngikutin dong. Kalau terlalu banyak ini kan, misalnya taruh lah sekarang 12.500 di sana jualnya bisa 16.500, itu kan selisih 4.000, terlalu banyak ini selisihnya,” ujarnya.
Padahal, lanjut Soemitro, melalui sistem perhitungan rasional, harga gula harus berbanding lurus dengan harga beras. Apabila ada kenaikan HPP beras, maka perlu ada pertimbangan kenaikan juga pada harga gula.
“Nah sekarang kita masih Rp12.500 HPP-nya. Rp17 ribu saja sudah dianggap suatu kenaikan yang di luar perhitungan, nggak boleh begitu dong. Petani akan menjadi korban terus, kita akan menjadi korban dalam rangka pemerintah memberikan harga yang murah kepada konsumen. Dari hitungan kami, agar petani kembali bergairah, usulan saya tahun ini HPP naik jadi Rp16.400. Terus ke harga acuan penjualan, ya naik lagi lah, nggak apa-apa, kebutuhan yang lain juga naik kok. Beras juga naik,” ujarnya lagi.
Ia menilai pemerintah perlu memperhatikan sisi hulu terlebih dulu, bukan sebaliknya. Karena yang menikmati ini bukan hanya konsumen, produsen juga ikut menikmati. Artinya, harus ada pembenahan di sisi awal pertanian dan perkebunan tebu nasional.
“Misalnya, dari sisi kreditnya, pupuk, airnya, dan macam-macam. Sekarang ini kan kita petani dilepas saja, bahkan hampir keseluruhan kita ini menggunakan pupuk non subsidi. Ngapain kita produksinya dibatas-batasi, kan kalau rugi siapa yang nanggung? Kan petani sendiri,” kata Soemitro.
Menurutnya, persoalan penentuan HPP dan HAP gula perlu dibahas secara lebih komprehensif lagi, agar baik konsumen maupun petani diuntungkan.
“Jadi kita perlu membahas ini secara komprehensif, dan kita ini harus jujur. Tidak boleh dong konsumennya menikmati satu fasilitas, petani sebagai produsen juga harus menikmati satu fasilitas juga, sehingga dia tidak rugi,” ungkapnya.
Ia mengaku sudah bersurat ke Badan Pangan Nasional (Bapanas) terkait permintaan untuk menaikkan HPP gula di tingkat petani.
“Saya sudah kirim surat ke Bapanas, kalau tidak salah Senin atau Selasa yang lalu, sudah 3-4 hari yang lalu sudah bersurat kesana untuk permintaan kenaikan HPP. Kita sudah minta ke sana,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa