KedaiPena.Com- Bila majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pemilihan legislatif (pileg) di Pemilu 2024 melalui mekanisme proporsional tertutup, itu memundurkan demokrasi Indonesia atau balik ke era orde baru. Pasalnya, sistem proporsional terbuka lebih dekat dengan konstitusi ketimbang sistem proporsional tertutup.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menanggapi kabar jika MK akan mengambilkan mekanisme gugatan proporsional tertutup. Saat ini, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur pileg dengan proporsional terbuka sedang digugat di MK.
“Konstitusi lebih dekat dengan sistem terbuka daripada tertutup karena kalau tertutup kita akan ditarik kepada ‘side back’ era prareformasi Orde Baru, saat itu kan kita nyoblos gambar. Masa demokrasi mau di bawa ke sana?” kata pria yang karib disapa HNW, Selasa,(30/5/2023).
Politikus PKS itu mengatakan, isu dugaan kebocoran informasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi sistem pemilu legislatif tidak menggeser wacana penerapan kembali sistem proporsional tertutup.
“Jadi jangan isunya diubah jadi kebocoran, akan tetapi tetap fokus ke MK yang diingatkan agar betul-betul jadi garda pelaksana konstitusi. Jangan diubah jadi seolah-olah ada permasalahan kebocoran atau tidak. Permasalahan terkait putusan MK harus dikoreksi diingatkan dan dikritisi,” kata HNW.
Menurut dia, inti permasalahan bukan terletak pada bocornya informasi melainkan penerapan kembali sistem proporsional tertutup.
“Kalaupun tidak bocor, kemudian putusannya seperti yang tadi bocor (sistem proporsional tertutup), kan tetap bermasalah. Jadi permasalahannya jangan jadi kebocoran informasi,” ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, apabila MK memutuskan menerapkan kembali sistem proporsional tertutup maka hal tersebut bertentangan dengan konstitusi.
“Bila akan diubah maka dia justru bertentangan dengan konstitusi yang harus dikawal MK, Pasal 22e Ayat (2) Pemilu itu untuk memilih anggota, bukan parpol,” ujarnya.
MK, ujarnya, akan menunjukkan inkonsistensi dengan putusan yang diambilnya pada 2009 yang mengarahkan sistem pemilu proporsional tertutup menjadi proporsional terbuka.
Dia menyebut bahwa putusan MK berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 bersifat final dan mengikat.
“Kalau kemudian MK mengubah keputusannya itu sendiri yang final dan mengikat, itu harusnya ada pasal konstitusional yang benar bisa dinilai keputusan MK yang dulu itu salah sehingga MK buat keputusan yang baru,” katanya.
Laporan: Tim Kedai Pena