KedaiPena.com – Kecenderungan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang mengeluarkan kebijakan bersifat atas ke bawah dan hanya mementingkan tingkat keberhasilan program, dinilai banyak menyisakan titik lemah dalam kebijakan pendidikan.
Ketua HIPPER Indonesia, Fathur Rachim menyebutkan kebijakan yang diusung oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi saat ini cenderung Top Down dan tidak terbuka.
“Kalau kami dari organisasi profesi guru lebih melihat, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan mengambil peran yang paling mudah. Misalnya, dalam program guru penggerak, dimana guru yang masuk dalam program tersebut adalah guru-guru terbaik yang dihasilkan dari seleksi yang ketat. Sementara, guru yang tidak pernah mengikuti pelatihan sejak kurikulum tahun 2013, tetap tidak tersentuh,” kata Fathur dalam diskusi Mau Dibawa Kemana Pendidikan Indonesia, Minggu (26/6/2022).
Pemilihan guru terbaik ini, lanjutnya, merupakan jaminan atas keberhasilan program guru penggerak.
“Kalau yang dipilih adalah guru terbaik, maka tingkat keberhasilannya tinggi. Berbeda jika program tersebut menyasar guru biasa atau guru yang belum mendapatkan program pelatihan atau guru yang berada di titik terjauh, terpencil dan terluar. Tingkat keberhasilan program akan rendah,” urainya.
Hal yang sama juga berlaku pada program Sekolah Penggerak, dimana kepala sekolah yang terpilih adalah Kepala sekolah yang selama ini sudah menjadi yang terdepan di wilayahnya.
“Dengan kondisi seperti ini, akhirnya pendidikan Indonesia menjadi mandeg, atau malah bisa dibilang kemunduran. Sebagai pembandingnya adalah PISA, yang mulai diikuti pada tahun 2000. Ada kurikulum 2004, 2006 hingga 2013 untuk mengakselerasi. Dan sekarang ada kurikulum merdeka. Tapi semuanya tak berhasil mengubah, hanya sebagai suplemen. Karena tak berhasil mengobati kurangnya kompetensi guru,” urainya lagi.
Ia menyatakan, untuk membenahi pendidikan Indonesia tidak hanya membutuhkan program yang berkelanjutan tapi juga pembiayaan.
“Karena yang disasar ini banyak dan lokasinya juga jauh, maka program tersebut juga harus dibarengi dengan kucuran dana dari Pusat. Jangan hanya program dari Pusat, lalu untuk biaya nanti Pemda yang tangani,” kata Fathur.
Selain itu, ia meminta pemerintah dalam hal ini Kemendikbudristek untuk melibatkan organisasi profesi.
“Karena organisasi profesi itu yang melihat langsung masalahnya. Jadi bisa bersama untuk membahas, titik titik lemah dari program yang dibikin oleh Kemendikbudristek,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa