KedaiPena.com – Memasuki akhir tahun 2022, tercatat banyak negara yang mengalami penurunan ekonomi, bahkan dinyatakan ada sejumlah negara yang sudah masuk dalam daftar pemohon bantuan ke IMF.
Untuk menghindari Indonesia masuk ke dalam daftar negara tersebut, Pengamat Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan perlu dilakukan penguatan fundamental ekonomi.
“Pertama, memastikan pertumbuhan ekonomi yang baik. Indonesia mencatat pertumbuhan ekonomi cukup baik pada kuartal ke II 2022 yakni, 5,44 persen year on year (YoY). Tapi, jangan puas. Harus mengejar ketertinggalan. Karena Vietnam dan Filipina, sebagai negara pesaing, masing-masing mencatatkan pertumbuhan 7,7 persen dan 7,4 persen pada kuartal yang sama,” kata Bhima, Senin (17/10/2022).
Kedua, cadangan devisa Indonesia sampai September 2022 sebesar 130,8 miliar Dollar Amerika, masih relatif tinggi meski ada koreksi. Akan tetapi, dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB), maka rasio cadangan devisa adalah 8,4 persen.
“Berdasarkan data tersebut, perlu adanya dorongan agar kemampuan dalam intervensi stabilitas kurs rupiah semakin baik,” ucapnya.
Ketiga, perlindungan sosial terhadap PDB baru mencapai 2,5 persen pada 2023 mendatang. Sementara dibutuhkan setidaknya 4-5 persen rasio anggaran perlindungan sosial untuk menahan lonjakan angka kemiskinan baru akibat resesi dan inflasi.
Keempat, di bidang pangan peringkat Indonesia dalam Global Food Security Index tahun 2022 menempatkan Indonesia diposisi ke 63 dunia jauh lebih rendah dibanding Turki, Vietnam bahkan Rusia.
“Kerentanan pangan perlu dijawab dengan peningkatan alokasi subsidi pupuk, memastikan pangan lokal mampu mengurangi ketergantungan impor, dan bantuan pembiayaan lebih besar bagi petani tanaman pangan,” ucapnya lagi.
Ia juga menyarankan agar pemerintah melakukan percepatan koordinasi kebijakan dalam rangka antisipasi resesi maka sebaiknya dibentuk paket kebijakan khusus.
Kebijakan tersebut di antaranya, relaksasi pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 8 persen, penambahan alokasi dana perlinsos, bantuan subsidi bunga lebih besar bagi umkm, subsidi uang muka ditambah untuk properti, hingga subsidi upah bagi pekerja sektor informal.
“Sejauh ini antisipasi resesi masih fragmentasi, tidak dalam satu koordinasi misalnya dana kompensasi kenaikan BBM, padahal masalahnya bukan soal inflasi karena BBM. Waktu tidak banyak sehingga secepatnya bentuk tim koordinasi paket kebijakan resesi,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa