Artikel ini ditulis oleh Karel Susetyo Pengamat Politik, tinggal di Bogor.
Soal Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat (PD) kemarin, saya kok jadi ingat apa yang pernah dikatakan Moshe Halbertal, filsuf dari Universitas Hebrew.
“Politics needs a reference point outside of politics. It needs value, it needs fact, and it needs leaders who respect that there is sacred domain of decision that will never be used to promote political gain, only the common good”.
Yang jika diartikan begini: “Politik membutuhkan titik acuan di luar politik. Ia membutuhkan nilai, ia membutuhkan fakta, dan ia membutuhkan para pemimpin yang menghormati bahwa ada wilayah keputusan yang sakral yang tidak akan pernah digunakan untuk mempromosikan keuntungan politik, hanya untuk kebaikan bersama”.
Penjelasan Harbertal ini mematahkan pembenaran sebagian kita atas kejadian KLB PD sekedar sebuah tindakan politik praktis.
Pertanyaan-pertanyaan selanjutnya adalah, “Kok tega ya dia melakukan ini kepada orang yang pernah mengangkat harkat, derajat dan martabat dirinya?”
Atau, “Kemana jiwa korsa yang selama ini tertanam pada dirinya sebagai prajurit ksatria bangsa?”
Virtue atau kebajikan itu yang tak tampak pada KLB kemarin. Dan kita mereduksi hilangnya political virtue serta kearifan seorang manusia menjadi sebuah kalimat sederhana: “Yah namanya juga politik”. Dulu cium tangan, sekarang kudeta.
[***]