KedaiPena.com – Secara geografis, Desa Majaksingi terletak sekitar 3 kilometer ke arah selatan dari Candi Borobudur, pada garis lintang -7.6391674 , garis bujur 110.2150226, dengan ketinggian 455 Mdpl. Suasana pedesaan khas lereng Perbukitan Menoreh yang asri masih sangat terasa, ditambah dengan pemandangan alam yang indah, khususnya di sisi selatan Desa Majaksingi.
Saat ini, Desa Majaksingi Terdiri dari 12 dusun, yaitu Dusun Krajan I, Dusun Krajan II, Dusun Kiyudan, Dusun Pete, Dusun Karanggawang, Dusun Pakem, Dusun Wonokriyo, Dusun Kerug Munggang, Dusun Kerug Batur, Dusun Kerug Desa, Dusun Kapuhan, dan Dusun Butuh.
Desa Majaksingi merupakan desa rawan bencana longsor di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Desa yang terletak di perbukitan menoreh ini juga berpotensi mengalami bencana kekeringan.
Kepala Desa Majaksingi, Sutrisno mengatakan sosialisasi penanganan mitigasi bencana tanah longsor di desaanya bukan sekadar kegiatan edukasi, melainkan langkah konkret dalam membangun kesadaran masyarakat tentang menjaga alam.
Dia berharap, inisiatif seperti ini dapat merambah lebih luas dan menciptakan masyarakat yang tangguh dan siap menghadapi bencana dengan penuh keberanian serta pengetahuan.
“Saya berharap dengan gotong royong masyarakat Majaksingi dan juga dukungan dari komunitas yang memang konsen di bidang konservasi alam, Majaksingi bisa diselamatkan dari bencana longsor dan kekeringan,” kata Sutrisno, dalam keterangan tertulis, Kamis (30/5/2024).
Berdasarkan program kerja Pemerintah Daerah kegiatan sosialisasi penanganan mitigasi bencana tanah longsor di Desa Majaksingi sangat penting untuk di implementasikan dan sebagai program yang secepatnya harus di lakukan dengan kesadaran pribadi masing-masing. Dalam hal ini sangat jelas kekhawatiran warga Majaksingi akan potensi bencana sewaktu-waktu terjadi.
Tenaga Pendamping Profesional (TPP) Kemendes RI Kecamatan Borobudur, Catur Arief Setiawan mengatakan, perkembangan wisata Borobudur yang cukup pesat semakin lama semakin meluas ke desa di sekitarnya, termasuk Desa Majaksingi. Wilayah yang sebelumnya menjadi daerah tangkapan air berupa pohon konservasi, kini beralih fungsi menjadi hotel dan villa.
“Tidak hanya itu saja, pengeboran sumur artesis yang berlebihan menjadi faktor hilangnya mata air di wilayah tersebut,” kata Catur saat menjadi narasumber di acara sosialisasi Penanganan Mitigasi Bencana Tanah Longsor di Desa Majaksingi, pada Rabu (29/5/2024).
Kekhawatiran itulah yang membuat Pemdes Majaksingi mengajak komunitas peduli lingkungan yaitu Sekolah Air Hujan Banyu Bening dan Komunitas Kali Sileng untuk menyadarkan masyarakat sekaligus agar terlibat secara langsung dalam mitigasi bencana tanah longsor di Desa Majaksingi.
Dalam kegiatan sosialisasi yang dihadiri seluruh pemdes dan tokoh masyarakat, Catur selaku narasumber menyampaikan bahwa selain sebagai pencegah longsor vetiver juga memiliki banyak manfaat. Antara lain, sebagai penetralisir bau dan merkuri dalam air tanah, memperbaiki kualitas tanah, menyerap karbon dan daunnya bisa digunakan sebagai pakan ternak dan media tanam.
“Bioteknologi ini bukan sekadar ramah lingkungan, namun juga bermanfaat bagi makhluk hidup lainnya,” ucap Catur saat menyampaikan materinya.
Catur juga berharap agar pemdes segera menerbitkan peraturan mengenai perlindungan terhadap tanaman konservasi.
“Pemdes harus segera membuat aturan tentang perlindungan tanaman konservasi agar program ini bisa berjalan,” katanya.
Sementara itu, Founder Sekolah Air Hujan Banyu Bening, Sri Wahyuningsih selaku narasumber kedua menyampaikan tentang pemanfaatan air hujan. Menurutnya, air hujan ketika dimanfaatkan dan diolah dengan baik, bukan saja akan menjadi solusi pencegahan bencana kekeringan tapi juga bermanfaat bagi kesehatan.
Sebab, air hujan merupakan air murni yang mampu membantu tubuh mengirimkan nutrisi ke dalam sel terkecil tubuh manusia.
“Jika air hujan ditampung melalui SOP (Standar Operasional Prosedur) dan dikonsumsi masyarakat, bukan saja mengurangi resiko tanah longsor tapi juga menyehatkan tubuh dan tentu saja membuat kita lebih jernih dalam berpikir, dan Cerdas mengambil sesuatu keputusan,” ucap Bu Ning.
Banyak hal yang di sampaikan Bu Ning terkait masalah krisis Air di Indonesia, apalagi beliau baru saja selesai mengikuti kegiatan” World Water Forum 10 di Bali (18-25) Mei 2024. Dengan air hujan inilah sebagai Solusi agar masyarakat mandiri, makmur, sejahtera dan Adil. Yang di maksud adil disini adalah setelah semua Penampungan penuh, limpasannya kita masukkan dengan sengaja ke dalam sumur, dalam tanah untuk mengembalikan air yang selama ini kita ambil. Karena kita harus paham bahwa di dalam tanah ini juga ada Makhluk Tuhan lainnya.
Empati sangat menjadi peran utama dalam kondisi alam kita saat ini. Kita harus memulai untuk mandiri, membuat lumbung pangan dari hasil perkebunan, pertanian, perikanan, peternakan karena dari semua itu membutuhkan air dan air. Tidak ada air tidak ada kehidupan. Siapa lagi kalau bukan kita,” ucap Bu Ning.
Laporan: AJP Rimbawan