KedaiPena.Com – Keberhasilan pemerintah meraih angka pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07, di kuartal II tahun 2021 memang patut disyukuri. Walaupun, angka tersebut sedianya harus dapat disikapi secara hati-hati oleh pemerintah.
Demikian disampaikan oleh Guru Besar Institut Pertanian Bogor Prof. Hermanto Siregar saat merespon keberhasilan pemerintah yang meraih angka positif untuk pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2021.
“Capaian pertumbuhan ekonomi 7,07% tersebut jangan disikapi sebagai suatu keberhasilan berlebihan sehingga mengendorkan ikhtiar pengendalian Covid-19 maupun upaya peningkatan masyarakat,” papar Hermanto sapaanya saat berbincang, Sabtu, (7/8/2021).
Hermanto mengatakan, pertumbuhan ekonomi tersebut seharusnya disikapi dengan ikhtiar lebih keras untuk mengatasi pandemi Covid-19 serta upaya lebih besar untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Terutama yang terdampak pandemi,” papar Hermanto.
Hermanto mengakui, jika angka pertumbuhan ekonomi 7,07% di kuartak II memang lebih banyak disebabkan oleh Low Base Effect.
Hal ini, artinya, basis perhitungannya adalah membandingkan PDB tahun 2021 Kuartal II dengan tahun 2020 Kuartal II yang mana PDB saat itu memang relatif paling rendah.
“Ibarat bila diukur jarak dari dasar danau ke level sedikit saja di atas permukaan air danau, jarak atau kenaikannya cukup besar. Padahal kondisinya hanya sedikit saja di atas permukaan air,” tutur Hermanto.
Dengan data yang lebih konkrit, lanjut Hermanto, PDB atas dasar harga konstan untuk tahun 2020 Kuartal II hanya Rp 2590 triliun. Sedangkan untuk tahun 2021 kuartal II sekitar Rp 2773 triliun.
“Angka tahun 2021 kuartal II ini sebenarnya tidak beda jauh dibandingkan kondisi sebelum pandemi, yaitu Rp 2735 triliun di tahun 2019 kuartak II dan bahkan lebih rendah dibandingkan tahun 2019 kuartal III yaitu Rp 2819 triliun. Maknanya, ekonomi kita masih belum pulih,” ungkap Hermanto.
Sedangkan jika dlihat dari sisi pengeluaran, tegas Hermanto, pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah ekspor yakni bertumbuh 31,8%.
“Kegiatan ekspor ini relatif sedikit menyentuh rakyat kecil sehingga tidak terlalu mereka rasakan. Sedangkan dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor transportasi dan pergudangan (25,1%), yang juga tidak banyak dinikmati kelompok masyarakat bawah,” pungkas Hermanto yang juga menjabat sebagai Rektor Perbanas Institute ini.
Laporan: Muhammad Hafidh