KedaiPena.Com– Organisasi sayap PDIP yakni Repdem terheran-heran dengan pernyataan Menteri Koordinator Kemeritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan yang menyebut banyak perusahaan sawit yang berkantor pusat di luar negeri.
“Kalau Luhut bilang soal domisili perusahaan itu hilir persoalan, lah kok seperti baru tahu?,” ujar Sekjen Repdem Abe Tanditasik, Sabtu,(28/5/2022).
Abe menerangkan, Indonesia ini mempunyai lahan sawit terluas di dunia dengan kapasitas produksi sawit dan turunannya pasti surplus. Abe menilai, tidak masuk akal kalau saat ini Indonesia mengalami krisis minyak goreng.
“Tinggal memaksa, yang tidak mau menjual HET kemasan seperti Januari 2022, cabut ijinnya. Rampas alat produksinya untuk negara,” beber Abe.
Abe mendesak, agar Indonesia juga harus mempunyai pabrik kebutuhan barang pokok strategis. Abe meminta, agar pemerintah dapat mengaktifkan pabrik-pabrik milik negara untuk mengurusi migor.
“Jangan seperti ini, malah negara tidak punya industri hulu-hilir sawit-minyak goreng. Demikian juga dengan gula misalnya,” tegas Abe.
Abe berharap, agar pemerintah berhenti menyerahkan industri pangan strategis kepada kartel swasta. Abe menekankan, jangan sampai rakyat yang lagi-lagi dikorbankan.
“Ini mengkhianati Trisakti yang dicanangkan Bung Karno. Nawacita pun hanya lips service karena tunduk pada oligarki kapital yang difasilitasi si brutus itu,” sindir Abe.
Sebelumnya, Menko Luhut mengatakan akan melakukan audit terhadap perusahaan minyak kelapa sawit dan memastikannya untuk membangun kantor pusat di Indonesia. Luhut menyebut, diminta Presiden Jokowi untuk menyelesaikan masalah minyak goreng di Jawa dan Bali.
“Begitu Presiden minta saya manage minyak goreng, orang pikir hanya minyak goreng. Tidak. Saya langsung ke hulunya. Anda sudah baca di media, semua kelapa sawit itu harus kita audit,” katanya, Rabu lalu.
Menurut Luhut, audit dilakukan untuk mengetahui dan mengidentifikasi bisnis sawit yang ada. Hal itu meliputi luasan kebun, produksi hingga kantor pusatnya.
Luhut mengatakan kantor pusat perusahaan sawit wajib berada di Indonesia agar mereka membayar pajak. Pasalnya masih banyak perusahaan sawit yang berkantor pusat di luar negeri sehingga menyebabkan Indonesia kehilangan potensi pendapatan dari pajak.
Laporan: Muhammad Lutfi