KedaiPena.Com- Politikus senior PDI Perjuangan atau PDIP Hendrawan Supratikno mendesak pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dapat menunda kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen di awal tahun 2025.
Hendrawan begitu ia disapa menilai penundaan perlu dilakukan lantaran pemilihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 beberapa tahun tidak secepat yang diduga saat UU Harmonisasi Perpajakan no.7/2021 dibentuk.
“Idealnya ditunda dulu karena perkiraan pemulihan ekonomi pascapandemi, tidak secepat yang diduga saat pasal dalam UU Harmonisadi Peraturan Perpajakan (UU no.7/2021) dibentuk,” tegas Hendrawan kepada Kedai Pena di Jakarta, Jumat,(20/12/2024).
Hendrawan yang juga merupakan mantan Anggota Komisi XI DPR RI ini mengakui saat menggodok UU Harmonisasi Perpajakan no.7/2021 pemerintah dan parlemen optimis pemulihan ekonomi bisa cepat terjadi.
“Indikasi pertumbuhan ekonomi yang cenderung stagnan, penurunan daya beli masyarakat, restrukturisasi kredit yang dilonggarkan tenggat waktunya, penurunan nilai tukar rupiah, defisit APBN yang cenderung meningkat, menandakan kondisi ekonomi sedang memburuk,” jelas Hendrawan.
“Fundamental ekonomi kita tak sekuat yang kita duga,” tambah Hendrawan.
Hendrawan mengusulkan agar pemerintah saat ini dapat secara ketat melakukan penghematan daripada memilih untuk menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen di awal tahun 2025.
“Sambil secara ketat melakukan penghematan (protokoler, seremonial, kunjungan kerja, perjalanan dinas, studi banding, dll), “ ungkap Hendrawan.
Hendrawan melanjutkan, pemerintah juga harus mencari langkah-langkah kreatif dan jitu guna menggenjot pendapatan negara. Sumber-sumber penerimaan lain, kata Hendrawan, harus diupayakan oleh pemerintahan Prabowo.
“Harus mencari langkah-langkah yang kreatif dan jitu. Sumber-sumber penerimaan lain harus diupayakan. Lalu Taxation without spirit of justice is tyranny. Prinsip ini pasti menjadi pertimbangan penting Pemerintah,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Rafik