KedaiPena.Com – Sikap Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya yang tidak mempermasalahkan timnas Israel main Piala Dunia U-20 di Indonesia menuai reaksi.
Pengamat Geopolitik Hendrajit menilai Gus Yahya tidak mengerti sikap politik luar negeri Indonesia.
“Dengan segala hormat kepada Ketum PBNU Yahya Staquf, nampaknya alumni UGM yang satu ini tidak memahami substansi kebijakan luar negeri kita terhadap Israel sejak era Sukarno hingga kini,” kata Hendrajit di Jakarta, Sabtu (25/3/2023).
Bahwa soal eksistensi Israel sebagai negara bangsa, sambung dia, merupakan produk skema penjajahan Amerika dan Inggris untuk melestarikan kekuasaannya di Timur Tengah, melalui metode membelah Palestina secara tidak adil pada 1947.
“Jadi ketilka Gus Yahya mempersempit lingkup urusan Israel dengan Palestina hanya buat membenarkan keikutsertaan timnas Israel di Piala Dunia U-20, menurut saya hal ini mengabaikan ruh Pembukaan UUD 1945 paragraf 1 dan 4,” lanjut Hendrajit.
“Dengan fokus pada isu Israel-Palestina, dalam pandangan Gus Yahya ini, seakan soal anti Israel ini sebatas Islam-Yahudi. Arab-Israel. Aspek Israel sebagai ujung tombak kolonialisme dan imperialisme Barat di Timur Tengah dengan sadar oleh Gus Yahya dimasukkan ke laci,” tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya tak mempermasalahkan timnas Israel main Piala Dunia U-20 di Indonesia. Gus Yahya menilai kehadiran timnas Israel di Piala Dunia U-20 belum tentu merugikan Palestina.
“Kalau menurut saya, sekarang ramai-ramai FIFA soal penolakan Israel dan lain-lain. Saya sebetulnya berharap ketika berpikir tentang Palestina, ingin membela Palestina, mereka bukan cuma teriak lalu tidur. Apa yang harus dilakukan selanjutnya itu apa? Ke mana arah dari solusi? Ini yang harus dipikirkan,” kata Gus Yahya.
Gus Yahya berbicara sejumlah langkah yang bisa dilakukan Indonesia untuk membela Palestina. Salah satunya memperkuat internasionalisme.
“Pertama-tama yang harus diperbuat adalah itu tadi internasionalisme dan multilateralisme dan ini saya kira merupakan mandat dari proklamasi, dari para bapak pendiri bangsa. Kita tidak harus berpikir tentang Indonesia kemudian berpikir parsial dari kepentingan kelompok-kelompok tertentu atau negara-negara tertentu saja di dunia ini,” ujar Gus Yahya.
“Tapi berangkat dari kepentingan semuanya. Posisikan Indonesia ini memposisikan sebagai bagian dari platform internasional dan multilateral yang ada, yg merupakan wujud dari kepentingan bersama,” sambung Gus Yahya.
Laporan: Muhammad Rafik