KedaiPena.Com – Periode 1990-an dikenang sebagai masa gelombang pasang perlawanan terhadap Rezim Orde Baru.
Mahasiswa, intelektual, wartawan, buruh, petani hingga rakyat miskin kota mulai terorganisir secara organik di masing-masing front dan arena perjuangan.
Rezim otoriter yang telah berkuasa lebih dari 2 dekade itu pun meresponnya dengan brutal: aktivis makin banyak dipenjara, media dibredel hingga suksesi pimpinan partai politik dibonsai.
Tahun 1992, Rezim Orde Baru mengeluarkan kebijakan Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB), semacam lotere yang dibiayai pemerintah.
Yayasan PIJAR (Pusat Informasi dan Jaringan Aksi Reformasi) menggelar aksi menolak kebijakan tersebut.
Aksi digelar di Gedung MPR/DPR Jakarta. Ratusan massa aksi hadir. Nuku Soleiman, pimpinan Pijar saat itu sekaligus Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, mengakronimkan SDSB menjadi Soeharto Dalang Segala Bencana. Hukuman penjara. Selanjutnya adalah sejarah.
“Saya akan terus berjuang,” kata Nuku Soleiman ketika diwawancara Majalah Tempo seusai ia dibebaskan tahun 1998.
Selasa, 18 Februari 2003, seusai Adzan Dzuhur berkumandang, Nuku Soleiman meninggal dunia di RS Harapan Bunda, Jakarta Timur.
Itu artinya 20 tahun sudah kita ditinggal pergi oleh sosok legendaris aktivis perlawanan terhadap Rezim Orde Baru itu. Tapi kenangan terhadapnya akan selalu hidup.
Nuku Soleiman ialah kakak, teman, sahabat hingga mentor ideologis bagi kita semua.
Ia merupakan manusia par excellence bagaimana perjuangan ialah pelaksanaan kata-kata, mengutip puisi Rendra.
Syahdan, seusai gemuruh perlawanan Rezim Orde Baru berhasil menumbangkan Soeharto, Nuku Soleiman sedang berada di bilangan Jakarta Pusat.
Ia baru saja bertemu dengan sejumlah teman. Salah seorang teman menitipkan amplop yang berisi sejumlah uang, konon nominalnya mencapai jutaan rupiah. Bukan uang sedikit, tentu saja.
Sementara itu di kantongnya tidak ada uang selembar pun. Akhirnya ia memutuskan pulang ke rumah ibundanya, yang berada wilayah Bekasi, dengan berjalan kaki.
Kira-kira ia menempuh jarak sekitar 30 KM. Dan sekali lagi, itu ditempuh dengan berjalan kaki.
“Hei, Nuku!” kata Ibundanya, Halimah Fabanyo ketika melihat anaknya itu hitam legam dibakar panasnya matahari, tiba di depan pintu rumah.
“Kenapa kamu tidak pakai saja dulu uang yang ada di amplop (untuk naik taksi atau kendaraan umum). Nanti kita ganti, (kalau sudah sampai di rumah).”
Nuku hanya menggeleng. Ia minta dibelikan es campur kesukaannya.
“Ini bukan uang Nuku, Mak.” kata Nuku kepada ibunya.
“Ini uang kawan-kawan. Uang organisasi.”
Kini giliran Halimah Fabanyo menggeleng. Lantas meminta salah satu cucunya untuk segera membeli es campur tersebut.
Cerita di atas hanyalah secuil kenangan tentang Nuku Soleiman.
Kami menyakini banyak kenangan di semua orang yang kenal Nuku Soleiman: baik kenangan tentang aktivisme, organisasi, hingga aktivitas sehari-hari di masa yang telah lewat.
Selain cita-cita bersama, yang membikin manusia lestari di jagat ini adalah kenangan dan ingatan tentang orang-orang yang kita kasihi.
Oleh karena itulah, di hari 20 tahun kepergiannya, 18 Februari 2023 digelar Haul 20 Tahun: Mengenang dan Mengingat Nuku Soleiman.
Sebab seperti Milan Kundera, perjuangan sebenarnya seorang manusia ialah perjuangan ingatan melawan lupa.
Laporan: Bowo Santoso