KedaiPena.Com – Pengamat Kebijakan Publik Yanuar Wijanarko menyatakan plagiarisme merupakan tindakan kecurangan yang luar biasa. Ketika seorang pejabat tinggi, guru besar dan tokoh penegakan hukum ternyata melakukan plagiarisme, otomatis ia sudah melanggar kejujuran intelektual.
“Maka harus ada tindakan komisi etik dari pimpinan perguruan tinggi, pimpinan institusi dan kementerian terkait,” tegas Yanuar di Jakarta ditulis Selasa (29/11).
Hal itu dikatakannya, menyikapi dugaan sebagian penjiplakan dari buku karya Jaksa Agung Bidang Pengawasan Widyopramono beberapa waktu lalu menelurkan buku berjudul ‘Pemberantasan Korupsi, Sebuah Perspektif Jaksa’.
Dugaan plagiarisme tersebut terdapat pada halaman 95-100. Yakni sekitar 61 paragraf dari 65 paragraf yang ada, persis sama dengan buku eks Jamwas Kejagung, Marwan Effendy yang berjudul ‘Diskresi, Penemuan Hukum, Korporasi dan Tax Amnesty dalam Penegakan Hukum’.
Komisi etik tersebut nantinya menelaah apakah buku yang dihasilkan Widyopramono mencantumkan sumber kutipan atau tidak. Jika tidak ada kutipan asal sumber, maka harus diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku mengingat semua orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.
Sanksi tersebut, menurut Yanuar, sesuai Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010 yakni mulai dari pemberhentian tidak hormat hingga pembatalan gelar akademisnya.
“Dan sanksi itu dikuatkan UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan. Dimana pasal 25 dan 70 pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tersebut menyebutkan adanya pencabutan gelar akademis, serta pidana penjara 2 tahun hingga denda Rp200 juta,” tegasnya.
Ia menambahkan, tindakan plagiarisme tulisan layak dicela karena dapat menipu pembacanya. Sebab, lanjutnya, pembaca memiliki ekspektasi untuk mendapatkan pengetahuan atau informasi yang baru.
“Di samping itu, merusak kultur akademik yang bermoral dan berintegritas. Sekaligus pencurian kreativitas intelektual,” tandasnya.
Sementara itu, belum ada tanggapan resmi dari Widyopramono terkait isu plagiarisme tersebut.
Laporan: Anggita Ramadoni