Artikel ini ditulis oleh Saiful Huda Ems, Lawyer and Journalist, Inisiator pertemuan Diskusi Terbuka Mahasiswa Indonesia di Berlin untuk melawan Rezim Orba secara militan di Berlin Jerman tahun 1995.
Semula saya menyangka Kasus Suap yang melibatkan Harun Masiku (HM) dan seorang oknum pegawai Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini besar sekali, dan negara dirugikan sampai triliunan rupiah, namun ternyata hanya suap suap biasa dan sama sekali tidak ada kerugian negara. Namun yang terjadi sungguh ironis. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadikan HM sebagai buron koruptor selama bertahun-tahun, dan sampai hari ini belum juga ditemukan keberadaannya. Yang mencuat justru nama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang selalu diseret-seret ke dalam pusaran kasus suap HM ini. Hasto Kristiyanto yang terkenal sebagai politisi idealis dan berintegritas itu memang dari dulu sangat susah sekali dicari-cari kesalahannya. Bayangkan saja, jadi anggota DPR RI dan menteri saja tidak mau. Dia lebih memilih membangun Partai.
Maka ketika Hasto semakin hari semakin kritis dan progresif revolusioner mengungkap kecurangan-kecurangan Pemilu 2024, melawan habis-habisan praktik nepotisme politik Presiden Jokowi, dan menggugat penghancuran lembaga-lembaga negara yang dilakukan oleh Presiden Jokowi dan kroni-kroninya, kasus suap recehan Harun Masiku yang hanya bernilai 400 juta rupiah dan sudah terkubur bertahun-tahun dihidupkan lagi.
Padahal perkara suap HM ini sudah inkrah, para pelakunya -selain HM yang masih buron- juga sudah keluar penjara setelah mendapatkan hukumannya. Hastopun dari dulu tidak pernah terbukti terlibat penyuapan HM pada oknum KPU di PILEG 2019 ini, namun nama Hasto masih terus dikait-kaitkan dengan kasus ini, dan ketika HM masih susah ditemukan Hasto dipanggil KPK sebagai Saksi yang perlakuan Penyidik KPK padanya sudah seperti sebagai tersangka.
Siapa sih Harun Masiku? Dia ini tak lebih dari seorang advokat biasa-biasa saja, yang hanya karena penampilan luarnya ditambah lagi karena hiperbolik kasusnya ia seakan-akan merupakan pengusaha besar, kaya raya, dan seolah-olah telah melakukan korupsi triliunan rupiah. Dari seorang teman yang pernah dekat dengannya, Harun Masiku –yang semula menjadi Caleg dari Partai Demokrat pimpinan SBY kala itu– ini memang sukanya berlagak seperti orang kaya, kalau datang ke kantor partai suka bawa-bawain kue atau makanan entah itu apa, padahal aslinya dia pelit dan tidak berduit. Satu-satunya yang membuat orang lain mudah menganggap dia orang kaya raya itu karena mobilnya, Toyota Camry. Padahal kita tidak tau mobil yang suka dibawanya itu mobil siapa. Mas Hasto sendiripun aslinya tidak terlalu mengenalnya, makanya nama Harun Masiku ditempatkan di nomer urut 6 saat dia nyalon legislatif di Pileg 2019 dari PDIP.
“Kenapa Mas Hasto mau-maunya menempatkan HM sebagai Caleg 2019 sih?” Tanya saya pada Mas Hasto. “Pertama kali bertemu, Bung Harun Masiku menceritakan kepada saya, bahwa dia pernah dapat beasiswa dari Ratu Inggris di bidang economic of law”, Jawab Mas Hasto. “Apa dia infiltrannya kubu Demokrat untuk membusukkan kebesaran PDIP, Mas?”. Tanya saya kembali. “Berbagai kemungkinan terjadi, namun kami berpikir positif saja”, jawab Mas Hasto saat saya berbincang-bincang dengan beliau di Kantor DPP PDIP Jl. Diponegoro Menteng Jakarta Pusat, Kamis (13/06/2024) yang lalu.
Kasus HM ini juga sangat aneh, dia ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pada oknum KPU sejak tahun 2020 bersama tiga orang lainnya, namun hingga kini masih juga belum tertangkap, padahal KPK beberapa kali telah menyatakan sudah tau keberadaannya dan mau menangkapnya dalam waktu seminggu setelah KPK memeriksa Mas Hasto. Bahkan Mas Hasto sendiri menceritakan, selama beliau berada selama 4 jam di ruang penyidik KPK, penyidik (Kompol Rossa) sama sekali tidak menanyakan HM, dan juga tidak meminta keterangan “perihal data/ informasi baru” yang konon dimiliki KPK dan menjadi dasar pemanggilannya. “Jadi lebih tepatnya, sekitar maksimal 1 jam saya bertemu, itupun lebih banyak mengisi biodata, dan 3 jam dibiarkan menunggu tanpa pertanyaan”, ujar Mas Hasto.
Setelah akhirnya bertemu Kusnadi, rupanya selama 3 jam menunggu itu, penyidik KPK justru memeriksa Kusnadi dengan cara-cara yang diwarnai intimidasi dan perampasan barang. “Apa yang dialami Sdr Hasto seperti cerita Pangeran Diponegoro, diajak berunding, tetapi ujung-ujungnya mau ditangkap,” ujar sejarawan Bonnie Triyana sambil tertawa ketika bertemu dan memberi semangat pada Mas Hasto.
Kembali pada HM, sebetulnya dia diperas oleh oknum KPU yang awalnya meminta padanya Rp900.000.000,-, (namun konon hanya akan diberinya Rp400.000.000,-) jika mau diloloskan sebagai anggota DPR RI Pengganti Antar Waktu (PAW) menggantikan almarhum Nazarudin Kiemas, Caleg PDIP 2019 terpilih yang kemudian meninggal dunia. Jadi ini murni seperti kebiasaan di masyarakat, kena tilang polisi, lalu damai. Jadi sesederhana itu.
Orang yang tidak mengerti persoalan inipun bertanya, “Lah kenapa PDIP memilih HM sebagai PAW dari almarhum Nazarudin Kiemas, padahal HM kan no urut 6?”. Iya Mas, HM memang no urut 6, namun Keputusan Mahkamah Agung menyatakan jika suara pemilih lebih banyak diberikan ke Parpol dan bukan ke Caleg, maka untuk menentukan Caleg PAW yang bisa masuk parlemen itu partai politiknya. Itulah alasan mengapa PDIP memilih HM, terutama karena lulus economic of law dari Inggris tsb.
Jadi semuanya sudah mulai jelas kan duduk persoalannya? Sangat jelas sekali, yang tidak jelas itu kan kenapa kasus purba HM ini dihidupkan lagi, dibesar-besarkan lagi, dan tidak ada panas, tidak ada hujan kok mendadak ada petir dengan memunculkan kembali nama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang dikait-kaitkan lagi dengan kasusnya. Apakah karena penguasa sudah “ngebet” ingin membungkam suara-suara kritis, progresif revolusionernya Hasto agar tak lagi banyak bicara menyerang Rezim Pinokio yang kerap nggedabrus, sering bicara lain dengan kenyataan, hingga Hasto harus terus diincar dan diburu?
Kesimpulan saya, KPK tidak punya bukti keterlibatan Hasto, maka Rossa melalukan perampasan handphone dan buku. Dari hasil rampasan itulah akan dicari alasan-alasan baru untuk menggiring keterlibatan Hasto. Jadi ini signal agar PDIP diam dan segera tunduk pada kekuasaan. Namun yang saya kaget, menghadapi ancaman seperti itu Hasto malah tenang dan mengatakan: “Bagi saya ini adalah ritual kehidupan kader. Bung Karno begitu lama dipenjara dan dibuang bertahun-tahun karena perjuangannya. Bu Mega ditekan, diinterogasi dan anak buahnya diteror hingga kantor Partai diserang. Apa yang saya lakukan belum ada artinya dengan perjuangan Bung Karno dan Bu Mega. Jadi saya hadapi semua ini sebagai bagian penggemblengan kader”, kata Mas Hasto.
Dengan sikapnya itu, ada satu hal yang ingin kami katakan: “Mas Hasto tidak sendirian, ada jutaan kader PDIP dan simpatisannya yang siap menunggu dan mengikuti instruksi perjuangannya untuk membela dan melindungi hak-hak konstitusional Rakyat Indonesia!. Bu Megawati Soekarnoputri merah, Mas Hasto Kristiyanto merah, kamipun merah! Bu Megawati Soekarnoputri putih, Mas Hasto Kristiyanto putih, kamipun putih! Perjuangan kami untuk memajukan harkat dan martabat bangsa ini tak dapat ditawar-tawar lagi. Inilah Api Perjuangan kami yang tak akan pernah padam sampai dunia digulung nanti! Merdeka! (SHE).
15 Juni 2024
[***]