KedaiPena.Com – DPR RI mengajak insan pers Indonesia untuk mengingat kembali khittahnya. Para jurnalis harus kembali ke barak dan menjaga diri terhadap hegemoni kekuasaan.
Demikian dikatakan oleh Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon saat memberikan tanggapan hari pers Nasional yang jatuh pada tanggal 9 Februari besok.
“Rekan-rekan jurnalis harus menjaga kehormatan penanya. Karena sesungguhnya pena jurnalis jauh lebih tajam dari sebilah pedang,” jelas Fadli dalam keterangan yang diterima, Kamis (8/2/2018).
Tidak hanya itu, kata Fadli, tugas pers bukanlah pers untuk menyanjung-nyanjung pemerintah. Pers harus jadi corong masyarakat, menyuarakan kebenaran.
Insan pers, lanjut Fadli, seperti jiga bisa belajar dari figur-figur jurnalis masa lampau, seperti Mochtar Lubis atau bahkan Tirtoadisoerjo.
“Dulu Mochtar Lubis disebut sebagai ‘wartawan jihad’ karena keberaniannya bersikap kritis terhadap kekuasaan. Baik terhadap Presiden Soekarno maupun kemudian terhadap Presiden Soeharto, ia selalu bersikap kritis,” beber Fadli.
“Termasuk, jika pelakunya adalah penguasa sekalipun. Itu yang dulu membuat Harian Indonesia Raya berani mengangkat isu korupsi di Pertamina, yang kemudian membuat orang kepercayaan Presiden tersingkir dari posisi Direktur Pertamina,” sambung Fadli.
Selain itu, Fadli juga mengingatkan, pada masa pergerakan nasional, pers memang erat bersinggungan dengan politik. Tapi politiknya adalah politik kebangsaan, bukan politik partisan.
Dulu, tegas Fadli, Mohammad Hatta mendirikan Majalah Daulat Ra’jat, atau Soekarno memimpin Fikiran Ra’jat dan Soeloeh Indonesia Moeda.
“Media-media itu digunakan sebagai alat perjuangan, untuk membela kepentingan rakyat banyak, bukan kepentingan para pemilik modal,” beber Fadli.
Fadli pun berpesan jangan sampai era pers saat ini kembali lagi kepada zaman keemasan pers kolonial dulu yang sepenuhnya dikendalikan oleh para pemilik modal.
Seperti pada awal abad ke-20, Surat Kabar AID de Preanger Bode, misalnya, adalah juru bicaranya para pemodal yang menguasai perkebunan teh, karet, dan kina.
“Sementara Soerabajaasch Handelsblad, adalah corongnya para pemodal yang menguasai industri gula. Jadi, semua media merupakan juru bicara dari para pemilik modal. Tentu kita tak ingin mengulang lagi semua itu,” pungkas Waketum Gerindra ini.
Laporan: Muhammad Hafidh