KedaiPena.Com – Aksi Penanaman Pohon Serentak dalam rangka Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) dan Bulan Menanam Nasional (BMN) kembali dilakukan pemerintah. Tepatnya dilakukan oleh Presiden Joko Widodo di Desa Tasikharjo, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Senin (28/11) siang.
Namun hal tersebut dinilai kurang efektif oleh pengamat lingkungan Bambang Ryadi Sutrisno. Tanam pohon saat ini belum jadi kegiatan yang digemari masyarakat.
“Hal itu terjadi karena nilai ekonominya kecil banget. Dan lagi pula tanam pohon selama ini cuma dilakukan seremonial doang,” tutur yang juga pendamping desa wisata di sekitar Taman Nasional Way Kambas, kepada KedaiPena.Com, Senin (28/11).
Menurut Bambang, banyak jumlah pohon yang ditanam dalam penanaman massal, biasanya sangatlah fantatis. Namun, sayangnya tidak ada yang bisa menjamin perawatannya.
“Walaupun ada yang perawatannya diberikan ke masyarakat. Tapi nilai ekonomi-nya kecil. Dan dalam tanam pohon yang untung biasanya kontraktor penyedia bibit,” sesal dia.
“Dan nilai pohon secara komersial jika sampai bisa dipanen, hasilnya (kayu atau buah) murah. Per hari cuma Rp100 per pohon. Itupun harus nunggu 3-5 tahun bisa diambil hasilnya,” lanjut dia.
Jadi, tegas Bambang, seharusnya tanam pohon bisa menjadi mata pencaharian masyarakat. Minimal masyarakat bisa menanam sebanyak mungkin pohon, per keluarga, di lahan mana saja.
“Misalkan dengan 200 pohon itu nilainya per hari sama dengan Rp20 ribu rupiah dan lokasi bisa disediakan masyarakat sendiri. Lalu pemerintah tinggal hanya menyediakan dananya,” tegas dia.
Karena, bagi Bambang, cara ini akan menyediakan lapangan pekerjaan dimana-mana dan tidak hanya menjadikan tanam pohon sebagai acara seremoni.
Laporan: Muhammad Hafidh