KedaiPena.Com- FIAN Indonesia, Serikat Nelayan Indonesia dan Ekomarin memandang program ekonomi biru yang digagas pemerintah bakal meminggirkan produsen pangan perikanan skala kecil. Pasalnya, program tersebut tidak memikirkan aspek ketidakadilan dalam sebuah persaingan.
Koordinator Nasional FIAN Indonesia Marthin Hadiwinata mengingatkan soal laporan Khusus Hak atas Pangan Rezim dalam tajuk Perikanan dan Hak atas Pangan dalam Konteks Perubahan Iklim kepada Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang ditulis Michael Fakhri.
Dalam laporannya Michael Fakhri
memberikan kerangka bagi pemerintah untuk memajukan hak-hak nelayan kecil, pekerja perikanan, dan masyarakat Adat.
Belum lagi panduan bagi pemerintah negara untuk memastikan ekosistem perairan menjamin keanekaragaman hayati dan terlindungi, serta memenuhi kewajiban hak asasi manusia di tengah tantangan perubahan iklim.
“Catatan penting yang perlu di lihat oleh Pemerintah Indonesia adalah berpikir berkali-kali untuk implementasi agenda ekonomi biru di Indonesia,” kata dia dalam keterangan tertulis di momen peringatan Hari Laut 2024, Sabtu,(8/6/2024).
Dia menerangkan, program ekonomi biru sebagai sebuah konsep dengan klaim keberlanjutannya harus menghormati sistem ekonomi lokal. Tak hanya itu, kata dia, pemerintah juga harus melakukan penghormatan, pemenuhan, perlindungan dan pemulihan hak asasi manusia atau HAM.
“Mengingat, pada konteks yang sama ekonomi biru berkelindan dengan risiko dan implikasi sosial ekonomi masyarakat pesisir, misalnya: komodifikasi sumber daya laut dan pesisir,” jelas dia.
Dia menanggap, wajar ketika pengarusutamaan ekonomi biru dikritisi dan didorong untuk ditinjau ulang. Sebab, kata dia, dikhawatirkan akan mendorong peningkatan ketimpangan ekonomi dan sosial, eksploitasi berlebih.
“Hingga bermuara pada praktik tata kelola sumber daya laut dan pesisir yang tidak berkeadilan,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi