KedaiPena.com – Sesuai keputusan Sidang I Perkara No.25/PUU-XX/2022, Senin (28/3/2022) ini, Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) telah menyerahkan perbaikan Permohonan Uji Formil UU IKN kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Pada prinsipnya, perbaikan dilakukan untuk memperkuat argumentasi dan menunjukkan sejumlah bukti bahwa UU IKN bertentangan dengan UUD 1945, sehingga harus dibatalkan.
Selain perbaikan esensi alasan permohonan uji formil, perbaikan juga berisi penambahan jumlah pemohon, termasuk pemohon yang berasal dari purnawirawan TNI. Dalam hal ini, telah bergabung lima jenderal dengan PNKN, yaitu Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto, Letjen TNI Mar (Purn) Suharto, Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat, Mayjen TNI (Purn) Prijanto, dan Mayjen TNI (Purn) Soenarko MD. Selain itu bergabung pula Kolonel (Purn) Sugeng Waras.
Dalam keterangan tertulis yang disampaikan oleh Ketua PNKN Abdullah Hehamahua, disampaikan bahwa terkait Putusan Provisi, PNKN meminta MK memerintahkan kepada Pemerintah untuk menunda segala tindakan/kebijakan ataupun penerbitan segala Peraturan Pelaksana turunan UU IKN sampai MK memutus perkara No. 25/PUU-XX/2022, yang tersisa tinggal 30 hari kerja.
“Hal ini sangat penting mengingat uji formil berbeda dengan uji materiil, dimana uji formil memiliki tenggang waktu penanganan perkara sampai putusan hanya 60 hari. Artinya untuk menghindari kondisi rekayasa hukum dan putusan sebagaimana yang terjadi pada UU Cipta Kerja, maka tidak ada alasan bagi Mahkamah untuk tidak memberikan putusan provisi,” mengutip keterangan tertulis Abdullah Hehamahua.
Faktanya sejak UU IKN ditandatangani Presiden pada 15 Februari 2022 menjadi UU Nomor 3 Tahun 2022, pemerintah telah menerbitkan sejumlah PP dan Perpres, termasuk mengangkat Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN.
“Hal ini jelas merupakan pembangkangan terhadap peraturan yang berlaku, sekaligus merupakan upaya dan rekayasa agar UU IKN tetap berlaku, meskipun kelak MK memutuskan UU IKN inkonstitusional,” secara tegas disampaikan dalam paparan.
Merujuk pada Putusan MK atas Uji Materi UU Cipta Kerja No.11/2020 yang telah dinyatakan inskonstitusional, PNKN sangat yakin bahwa UU IKN pun harus dinyatakan inkonstitusional. Mengapa? Karena proses pembentukannya, terutama terkait partisipasi publik, justru pelaksanaannya jauh lebih parah dan rusak dibanding proses pembentukan UU Cita Kerja!
Terhadap Pokok Permohonan PNKN menguatkan beberapa hal yang menjadi alasan mengapa UU IKN dianggap inkonstitusional. Salah satunya adalah terbukti tidak adanya kesinambungan perencanaan dan penganggaran untuk pembangunan IKN. Faktanya, sebagai dokumen perencanaan yang memiliki nilai konstitusionalitas, UU RPJPN No.17/2007 tidak pernah memuat rencana pembangunan IKN. Visi dan Misi Pembangunan Nasional Tahun 2005–2025 serta Arah, Tahapan, dan Prioritas Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005–2025 dalam UU No.17/2007 tidak ditemukan dasar perencanaan pemindahan IKN.
Tidak adanya kesinambungan anggaran juga terbukti dengan belum pernah dibahasnya rencana anggaran APBN untuk pembangunan IKN antara pemerintah dan DPR hingga saat ini! Selain itu porsi APBN untuk IKN juga berubah-ubah. Semula pemerintah mengatakan porsi APBN untuk IKN adalah 19 persen. Awal 2022 Menkeu Sri Mulyani mengatakan porsi tersebut meningkat menjadi 53 persen. Setelah Menkeu diprotes publik, awal Maret 2022 Presiden Jokowi mengatakan porsi APBN turun 20 persen. Uang rakyat dalam APBN untuk mendanai IKN coba-coba Dipermainkan, tanpa peduli rakyat miskin yang mayoritas hidup semakin susah.
Belakangan masalah pendanaan IKN semakin runyam, dengan pernyataan Kepala Otorita IKN Bambang Susantono yang mengatakan akan membuka kesempatan kepada rakyat ikut mendanai proyek mercusuar IKN. Dikutip dari beberapa berita, Bambang mengajak rakyat bersama-sama saweran, melalui crowd funding, untuk membangun proyek yang sebetulnya dimaksudkan memenuhi hasrat oligarki berburu rente dan mendominasi berbagai kepentingan kekuasaan di Indonesia. Harga minyak goreng ANDA naikkan demi keuntungan oligarki, padahal mayoritas rakyat daya belinya semakin turun dan hidup semakin susah.
“Lantas rakyat ANDA minta untuk saweran proyek mercusuar oligarkis? Rakyat butuh makan dan perkejaan, bukan IKN baru!,” tegas disampaikan Abdullah Hehamahua.
PNKN juga perlu menyatakan sikap terkait posisi Ketua MK saat ini yang baru saja menikah dengan keluarga sangat dekat Presiden Jokowi. Ketua MK harus menjaga etika kenegaraan dan hukum. Hubungan keluarga tersebut berpotensi konflik kepentingan dan dapat membuat MK memutuskan perkara tidak objektif. Selain itu, seandainya MK memutuskan memenangkan pemerintah dalam sebuah perkara gugatan uji materi, rakyat bisa saja beranggapan MK tidak objektif, karena mempunyai hubungan keluarga dengan Presiden. Hal ini dapat mencoreng nama baik Presiden dan MK. Karena itu, KNPK meminta Ketua MK harus mengundurkan diri.
Terhadap tenggang waktu pengujian formil sampai pada putusan adalah 60 hari sejak perkara dicatatkan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) yang dalam hal perkara No. 25/PUU-XX/2022 dicatatkan dalam BRPK tanggal 23 Februari 2022. Atas tenggang waktu penanganan perkara sampai pada Putusan (60 hari kerja), sudah ditentukan secara eksplisit dalam Putusan MK No. 79/PUU-XVII/2019. Artinya MK tidak bisa melewati tenggang waktu tersebut, sama seperti tenggang waktu dalam Penanganan pilkada/pilpres/pileg yang sudah diatur secara eksplisit. Sehingga MK tidak bisa mengenyampingkan. Artinya waktu MK untuk memeriksa, mengadili dan Memutus Perkara No. 25/PUU-XX/2022 tinggal 30 hari kerja.
Selain tidak adanya kesinambungan rencana dan anggaran, PNKN kembali mengingatkan bahwa UU IKN telah dibentuk dengan modus: 1) tidak benar-benar memperhatikan materi muatan, karena banyak mendelegasikan materi yang berkaitan dengan IKN dalam Peraturan Pelaksana; 2) Tidak dibuat karena benar-benar dibutuhkan; 3) Tidak memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan dalam masyarakat secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis; 4) Tidak melibatkan partisipasi masyarakat sesuai ketentuan UU No.12/2011.
Dalam proses pembahasan RUU IKN, PNKN mencatat bahwa Pansus RUU IKN DPR malah secara khusus mengagendakan pertemuan dengan manajemen Sinar Mas Grup. Namun publik tidak bisa mengakses dan menemukan risalah hasil pertemuan sangat tertutup tsb. Yang jelas salah satu pejabat Sinar Mas telah diangkat oleh Presiden Jokowi menjadi Wakil Ketua Otorita IKN. Dicurigai pengangkatan ini sarat dengan kepentingan mengamankan agenda oligarki.
PNKN telah mengajukan permohonan Uji Formil UU IKN ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2 Februari 2022. MK menerbitkan nomor registrasi atas permohonan tersebut, yaitu Perkara No.25/PUU-XX/2022. Selanjutnya, pada 16 Maret 2022, MK telah menggelar Sidang I Perkara No.25/PUU-XX/2022. Salah satu putusannya adalah PNKN harus menyerahkan perbaikan permohonan paling lambat tanggal 29 Maret 2022.
Abdullah Hehamahua menyatakan dalam permohonan uji formil ini PNKN memberi kuasa penuh kepada Tim Lawyer yang dipimpin Victor Santoso Tandiasa SH, MH, dengan didukung Wirawan Adnan SH, MH, Bisman Bachtiar SH, MH, Djudju Purwantoro, SH, Harseto Setyadi Rajah, SH, Eliadi Hulu SH, dan Luqmanul Hakim SH, MH.
Laporan: Natasha