KedaiPena.Com – Rektor Perbanas Institute, Hermanto Siregar memberikan pandanganya terkait dengan hancur lebur harga minyak sawit (CPO) saat ini.
Diketahui, harga minyak sawit mencapai titik terendah dalam 3 tahun terakhir. Bahkan berdasarkan data Bursa Derivatif Malaysia pada Rabu (21/11/2018) pukul 11.30 WIB, harga kontrak Februari 2019 berada di level MYR 1.960/ton.
Hermanto mengatakan penyebab terjadinya penurunan harga minyak sawit utamanya adalah kecenderungan ‘excess supply CPO’ itu sendiri, sementara permintaannya cenderung stagnan.
Kondisi ini, lanjut Hermanto, diperparah pula dengan kampanye negatif beberapa negara Barat yang menyatakan perkebunan kelapa sawit dan industri CPO merusak lingkungan.
“Rendahnya harga CPO dan tandan buah segar (TBS) cukup keras memukul industri CPO dan petani kelapa sawit Indonesia,” kata Hermanto saat berbincang dengan KedaiPena.Com, Jumat, (23/11/2018).
Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), menilai apabila tidak segera diatasi permasalahan ini maka nasib para petani kelapa sawit bisa jatuh ke dalam kategori miskin.
Sementara dampak untuk industri CPO sendiri bisa jadi harus merasionalisasi pekerjanya sehingga meningkatkan pengangguran.
“Karena perlu diketahui bahwa sekitar 70% dari total produksi CPO Indonesia diekspor. Hanya sekitar 30% dari total produksi CPO Indonesia yang tinggal di dalam negeri untuk diolah menjadi produk-produk bernilai tambah, seperti minyak goreng, margarin, biodiesel dan lain-lain,” papar dia.
Untuk mengatasi rendahnya harga CPO maupun TBS, kata Hermanto, sebaiknya industri-industri hilir yang berbasis CPO harus segera dikembangkan, termasuk program B20 yang 20% dari konsumsi BBM bersumber dari biodiesel.
Hilirisasi tersebut, tegas Hermanto, akan menciptakan tambahan permintaan terhadap CPO, sehingga akan lebih menstabilkan harga CPO pada tingkat yang layak untuk menopang kesejahteraan petani sawit.
“Idealnya tingkat harga tersebut “just enough” (wajar saja), sehingga tidak sampai mendorong terjadinya ekspansi kebun sawit lagi hingga sampai pada level yang sulit dikendalikan,” kata Hermanto.
Hermanto pun meyakini, bila ekspansi tersebut bisa dikendalikan atau bahkan dikurangi, maka ancaman terhadap konversi lahan pangan bahkan hutan menjadi kebun sawit juga dapat dihindari.
“Dengan demikian, petani sawit terjaga kesejahteraannya, industri CPO serta industri hilir berbasis CPO mendapat keuntungan yang memadai, dan lingkungan termasuk kehutanan terjaga kelestariannya,” pungkas Hermanto.
Laporan: Muhammad Hafidh