KedaiPena.Com – Pembahasan revisi Undang-Undang nomor 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme menjadikan kasus tewasnya terduga teroris Siyono sebagai catatan penting. Kultur aparat penegak hukum saat ini terutama Densus 88 harus diubah.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais menjelaskan, konteks kekinian harus jadi pertimbangan karena ide revisi UU Terorisme tidak datang tiba-tiba dari suatu ruang kosong. Banyak hal akan dipertimbangkan panitia khusus (pansus) terorisme DPR.
“Dalam kasus (tewasnya) Siyono ini, harus diperhatikan kultur aparat (penegak hukum),†tegas Hanafi.
Menurutnya, akan sangat mengkhawatirkan jika Densus 88 diberi kewenangan yang lebih luas dalam penanganan terorisme. Ia juga menegaskan, hasil otopsi terhadap jenazah Siyono pasti dijadikan masukan pada pembahasan revisi UU terorisme.
“Ada kultur aparat saat ini terutama Densus 88 yang harus diubah,” sorot Hanafi.
Kasus tewasnya Siyono yang diduga terlibat jaringan terorisme, sehari setelah ditangkap oleh Densus 88 Polri, mencuatkan wacana perlunya audit dan pengawasan ketat atas kinerja pemberantasan terorisme. Belakangan, otopsi terhadap jenazah Siyono oleh Tim Forensik yang diinisiasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menunjukkan adanya bekas-bekas kekerasan pada sejumlah bagian tubuhnya.
Revisi UU Terorisme diusulkan menyusul aksi teror yang terjadi di kawasan Jalan MH Thamrin Jakarta, Januari lalu. DPR RI akan membentuk Pansus revisi UU Terorisme ini pada masa sidang mendatang, terdiri dari gabungan anggota komisi I dan komisi III DPR RI.
(Prw/Khafisena)