KedaiPena.Com – Terjadinya bencana di beberapa daerah Indonesia menyebabkan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) tidak mencapai target. Tapi, Menteri Pariwisata Arief Yahya menyebutkan target pendapatan devisa tetap bisa tercapai.
“‘Bad news’-nya, kemungkinan target wisman yang 17 juta tidak tercapai. Tapi target devisa tercapai yaitu sekitar 17,6 miliar US Dollar. Perhitungan devisa ini didapat dari perkalian jumlah Wisman 16 juta dengan pengeluaran rata-rata kunjungan 1.100 US Dollar,” kata Arif Yahya usai acara peluncuran ‘The Winner’ di gedung Sapta Pesona Kementerian Pariwisata Jakarta, ditulis Jumat (21/12/2018).
Untuk wisatawan nusantara (wisnus), Arif menyebutkan target tahun ini yaitu 270 juta orang sudah tercapai pada tahun 2017 sebanyak 270.882.003. Sedangkan target 2019 mendatang yaitu 275 wisnus, kemungkinan besar akan tercapai pada akhir tahun ini.
“Ada tiga besar penyebab utama mengapa target wisman kita tidak tercapai tahun ini yaitu bencana alam, musibah pesawat dan polemik yang terjadi. Akibat dari tiga hal ini banyak terjadi pembatalan kunjungan dari pihak luar negeri itu sekitar 70 persen,” ujar Arief menjelaskan.
Untuk mengantisipasi pengaruh bencana pada target di bidang pariwisata di tahun selanjutnya, Arief mengatakan sudah mempersiapkan tim perencanaan mitigasi. Yaitu suatu tim yang akan mengatasi efek dari bencana.
“Saat ini kita sudah memiliki tim yang sangat solid dipimpin oleh Pak Guntur Sakti. Skenario-skenario yang akan kita gunakan sudah berstandar internasional. bencana di sini termasuk di dalamnya adalah bencana alam bencana keamanan dan bencana kegagalan teknologi semuanya sudah dibakukan dan dimodifikasi sesuai dengan karakteristik Indonesia,” kata Arief.
Arief menekankan bahwa semakin cepat recovery suatu bencana terjadi, semakin bagus efeknya pada pariwisata.
“Intinya kita siap setiap ada bencana yang terjadi,” tegasnya di depan awak media.
Staf Komunikasi Publik Guntur Sakti menjelaskan, selama ini Kemenpar hanya berfokus pada ekosistem pariwisatanya saja jika terjadi suatu bencana.
“Selama ini, kita hanya fokus pada ‘PR’-ing hanya di sektor pariwisata saja. Frame yang diberikan oleh pak menteri adalah berefek atau tidak pada 3A-nya. Akses, amenitas dan atraksinya. Jika sudah masuk tanggap darurat, maka bertambah dengan SDM-nya. Apakah terkena pengaruh bencana atau tidak,” urai Guntur.
Upaya baru yang akan dikembangkan dalam program perencanaan mitigasi, mulai tahun 2019, adalah faktor iklim pemberitaan ramah wisata.
“Ini sedang kita tuntaskan dengan bekerja sama dengan Dewan Pers dan organisasi media, yang akan diwujudkan dalam satu buku panduan. Yang rencananya akan diserahkan ke pak menteri bertepatan dengan Hari Pers Nasional,” ucap Guntur.
Guntur menjabarkan bahwa pemberitaan ramah wisata ini merujuk pada negara-negara yang juga menjadi supermarket bencana seperti kondisi Indonesia.
“Seperti di Thailand. Di sana pemberitaan bencana boleh-boleh saja. Sepanjang itu merupakan realita. Dan ada dateline-nya. Harus sekian hari. Kalau lebih, akan berpotensi akan mengganggu hal lain. Misalnya iklan,” urainya.
Contoh lainnya, adalah Jepang. Dimana pemberitaan bencana di Jepang tidak pernah mendramatisir bencana maupun korbannya. Pemberitaan bencana di Jepang sifatnya mengekspos ‘manufacturing hope’.
“Yang disorot itu adalah orang-orang yang saling tolong menolong atau orang yang sedang berdoa. Sehingga beritanya lebih humanis, yang akan membentuk jurnalistik yang ramah wisata,” kata Guntur.
Laporan: Ranny Supusepa