KedaiPena.Com – Kuasa hukum terdakwa Abdullah bin Cacco, menyesalkan putusan sela Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sangatta pada perkara Nomor 217/PID.B/LH/2017/ PN-Sgt, karena menolak seluruh keberatannya atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Padahal, bagi penasihat hukum petani gurem Desa Sepaso Selatan itu, Harli, dakwaan JPU jelas-jelas kabur, karena syarat formil dan materilnya menyebut Abdullah sebagai almarhum.
“dakwaan JPU juga tidak mengurai lokasi kejadian berupa batas wilayah utara, selatan, timur, dan barat terjadinya tindak pidana,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Kedaipena.com, Jumat (8/9).
Bagi Haris, keputusan majelis hakim pun menyimpang dari rasa keadilan. Soalnya, menganggap perkara tersebut sebagai delik umum.
Kemudian, tidak mempersoalkan kesalahan JPU atas penulisan nama, umur dan pekerjaan terdakwa. Begitu pula terkait ketidakjelasaan lokasi kejadian dan kesimpangsiuran pasal yang dirujuk.
“Pertimbangan Majelis Hakim PN Sangatta,” menurut Haris, “Sangat serampangan dan kelihatan tidak netral dan berpihak kepada PT. Kaltim Prima Coal (KPC).”
Katanya, PT KPC tidak memiliki hak hukum mengadu, sebagaimana yang didasarkan pada Pasal 1 angka 5 dan Pasal 98 UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas.
Sepantasnya PT KPC menyelesaikan hak atas tanahnya yang berada di atas izin PKP2B dan izin menambang batubara kepada masyarakat yang terdampak, sebelum beroperasi. Itu sesuai amanat UU No. 4/2009 tentang Mineral dan Batubara.
Akibat peradilan ini, terdakwa yang seharusnya menggunakan waktunya untuk mencari nafkah melalui bertani guna menghidupi keluarganya, terbuang sia-sia.
“Kriminalisasi yang tidak sehat ini, menjadi sarana mencipatakan ketidakadilan,” ketus Haris.
Sementara itu, Ketua Umum Jaringan Nasional Indonesia Baru, Nachung Tajuddin, menilai ada rantai sindikat mafia di Sangatta, Kalimantan Timur.
“Para pelaku berhubungan dengan mata rantai pengusaha dan aparat penegak hukum di Sangatta,” ucapnya.
Sebab, ada ratusan kasus yang terjadi di PN Sangatta dan memiliki kesamaan dengan perkara yang melilit Abdullah, baik areal tambang maupun pembuatan jalan hauling yang dipidanakan. Padahal, belum dibayarkan.
“Kelakukan itu,” bagi Nachung, “Merupakan kelakuan lembaga peradilan yang sesaat.”