KedaiPena.com – Menyikapi musim kemarau, yang diprakirakan akan mencapai puncaknya pada bulan Agustus 2024, Kementerian Pertanian menyatakan telah mempersiapkan langkah-langkah antisipatif.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan kementerian yang dipimpinnya berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan sektor pertanian serta kesejahteraan petani di Indonesia, dengan cara melakukan mitigasi cuaca.
“Langkah antisipatif ini telah dipersiapkan sejak awal masa jabatan saya, Oktober 2023,” kata Amran saat Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI, Kamis (20/6/2024).
Ia menyebutkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memproyeksikan musim kemarau tahun 2024 akan berlangsung panjang, mulai Juni hingga September, dengan puncaknya pada bulan Agustus.
Oleh karena itu, lanjutnya, Kementan telah memperkuat kesiapannya dengan meningkatkan program-program strategis.
“Beberapa inisiatif yang disiapkan Kementan antara lain peningkatan infrastruktur pompa untuk pengairan lahan sawah tadah hujan, rehabilitasi jaringan irigasi tersier, optimalisasi penggunaan lahan rawa, serta peningkatan kapasitas dan manajemen waduk/bendungan,” ujarnya.
Teknologi budidaya pertanian hemat air dan gerakan panen air hujan juga diperkenalkan untuk meningkatkan ketahanan pangan terhadap dampak kekeringan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan luas tanam padi selama periode Oktober 2023 – April 2024 sebesar 6,55 juta hektare, mengalami penurunan 3,83 juta hektare atau 36 persen dibandingkan rata-rata periode yang sama tahun 2015-2019 sebesar 10,39 juta hektare. Penurunan luas tanam ini mempengaruhi luas panen padi dan berdampak pada penurunan produksi padi nasional.
“Kementan bersama dengan stakeholder terkait akan terus mengawasi dan melaksanakan langkah-langkah kesiapsiagaan kemarau dengan cermat untuk mengurangi dampak negatif musim kemarau terhadap produksi pangan nasional dan mempertahankan ketersediaan pangan yang memadai bagi masyarakat,” ujarnya lagi.
Ia juga menyampaikan saat ini pembangunan pertanian menghadapi tantangan yang semakin kompleks akibat dampak perubahan iklim ekstrem El Nino, konflik geopolitik, dan dinamika ekonomi global. Hal ini menyebabkan restriksi ekspor dari negara-negara produsen pangan, meningkatnya biaya produksi dan harga pangan, serta potensi krisis pangan.
“Kekhawatiran terhadap jaminan produksi, masalah distribusi, dan akses pangan masyarakat perlu menjadi perhatian serius dalam penyediaan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia,” tandas Amran.
Laporan: Ranny Supusepa